Thursday, July 28, 2011

Menlu Hillary Clinton Menjadi Duta Budaya Indonesia



BANYAK cara mengenalkan Indonesia di masyarakat internasional. Salah satunya melalui budaya. Dan siapa saja bisa melakukannya. Bukan hanya pejabat atau diplomat. Rakyat biasa pun bisa.

Maka, orang-orang yang melakukan kegiatan budaya mempromosikan Indonesia di dunia internasional layak disebut duta budaya.

Siapa saja bisa menjadi duta, kata pengarang Erdityah Arfah yang menulis buku “Merah Putih di Benua Biru”, bisa mengenalkan negerinya di berbagai masyarakat dunia, termasuk di negeri-negeri dilanda konflik, seperti yang dilakukan penulis “Garis Batas” dan “Selimut Debu” Agustinus Wibowo yang berkeliling di Asia Tengah atau Jeffrey Polnaja, yang dipanggil di Bandung sebagai ‘Kang JJ”, mengelilingi 62 negara dengan motor BMW-nya, seorang dini.

Menurut etnomusikolog Rizaldi Siagian yang sering meneliti budaya-budaya tradisional dan masyarakat adat di seluruh penjuru tanah air, kalau bicara budaya maka Indonesia adalah satu negeri yang luar biasa. Dan itu diakui oleh masyarakat dunia.

Bahwa budaya membantu kita untuk mengenal masyarakat di sekitar kita tidaklah bisa dibantah. Bahwa budaya juga digunakan untuk berdiplomasi juga sudah bukan praktik baru. Itu dilakukan semua bangsa-bangsa di dunia.

Bagaimana jika Menlu AS Hillary Clinton melakukan promosi Indonesia melalui budaya? Ya, Ibu Hillary pun pantas menajdi duta budaya kita. Beliau mahir memainkan angklung, meski hanya dilatih beberapa menit saja!

Baru saja Dubes Dino Patti Djalal di awal Juli 2011 berhasil memukau masyarakat Amerika dengan angklung. Lebih dari sekadar mengenalkan angklung, orang nomor satu di KBRI Washington DC itu telah berhasil mengukir rekor dunia yang dicatat oleh Guiness Book of Record ketika angklung dimainkan oleh lebih dari 5000 orang di Washington DC.

Bicara angklung maka nama Saung Angklung Mang Udjo melekat di situ. Kini, anaknya Daeng Udjo meneruskan upaya ayahnya dan berhasil pula mengemas sedemikian rupa sehingga siapapun bisa memainkan angklung.


MALAM itu istimewa di Bali. Menjelang akhir pertemuan ke-44 Menteri Luar Negeri ASEAN, tepatnya Jumat (22/7) malam di Nusa Indah Hall, BICC diselenggarakan acara gala dinner. Hadir lebih dari 50 menteri luar negeri, di antaranya tampak rapi Hillary Clinton, beserta rekan-rekannya dari negara-negara ASEAN, China, Rusia, Uni Eropa, para mitra wicara, peninjau dan tamu dari berbagai negara.

Tentu saja berbagai kulinari andalan dihidangkan, dan berbagai kesenian daerah ditampilkan, seperti tari-tarian tradisional Jakarta, Bali, Aceh, penyanyi yang diiringi oleh orkestra Purwa Tjaraka, dan penampilan kolaborasi musik modern dan tradisional.

Pada saat Menlu Marty Natalegawa, sebagai host, menyampaikan pidato selamat datang suasana masih terasa formal. Berbagai tarian dan nyanyian diselingi berbagai menu makanan mulai menghangatkan suasana.

Saya memang excited mengamati Menlu AS Hillary Clinton dari dekat.

Hillary Clinton memang figur teramat istimewa. Pernah menjadi First Lady selama 8 tahun, calon presiden, dan kemudian menjadi menteri luar negeri di kabinet Presiden Obama, seterunya pada pemilu presiden AS yang lalu. Saya duduk bersama undangan, hanya beberapa meter jaraknya dari tempat duduk Menlu Clinton. Ini menjadi kesempatan baik bagi saya untuk membuat artikel ini.

Hillary Clinton terkenal kemampuan artikulasinya yang hebat. Maklum, dia sebelum menjadi ibu Negara adalah salah satu lawyer terkemuka dan terkaya di AS. Dia duduk bersebelahan dengan Menlu Marty Natalegawa dan isteri.

Seperti kehadiran Clinton di Vietnam tahun lalu dalam sidang ASEAN Regional Forum (ARF) yang membuat China berang, dinamika Amerika pun dirasakan di Bali. Ibu Hillary kembali menjadi newsmaker, dan orang ingin tahu apa sikap AS dalam berbagai isu di Asia Pasifik.

Posisi AS terhadap masalah Myanmar, konflik Thailand-Kamboja, situasi di Laut China Selatan, dan dukungan AS terhadap ASEAN, termasuk Asia Tenggara sebagai zona bebas senjata-nuklir, semuanya ada dalam catatan Menlu AS itu. Para kuli tinta pun rajin memburunya.

Malam itu Hillary santai saja. Situasi berubah drastis pada puncak acara penampilan angklung interaktif oleh Saung Mang Udjo. Semua hadirin dibagikan angklung berbagai tangga-nada. Tidak kecuali kepada Menlu Marty dan isteri yang duduk di barisan utama, beserta Ibu Hillary Clinton dan berbagai dignitaries lainnya.

Seorang wanita muda langsing berkebaya yang fasih berbahasa Inggeris mengenalkan instrumen musik tradisional Jawa Barat itu. Dia menjadi komandan pada malam itu. Semua hadirin, termasuk dignitaries pun patuh.

Hadirin diajarkan singkat teknik memainkan angklung. Lalu, hadirin ditugasi menjaga angklung pada tangga nada masing-masing, untuk memainkannya secara interaktif. Pada saat praktik nada, tiba-tiba muncul melodi Frere Jacques yang dikenal di tanah air sebagai lagu anak-anak internasional “Are you sleeping, brother John’ yang menimbulkan suasana menyenangkan.

Ibu Hillary tampaknya antusias berhias senyuman mengikuti instruksi. She’s so excited! Dan, tampak sangat pede memainkan angklungnya pada nada ‘do’.

Begitu pula Menlu Marty dan rekan-rekannya yang dalam beberapa hari sidang di Bali ‘bertempur’ mempertahankan posisi Negara masing-masing dalam negosiasi alot, pada malam itu sejenak melupakan konflik regional yang berbusa-busa, berkonsentrasi pada angklungnya. Suara bambu yang lembut dan unik terasa menghangatkan. Harmoni indahpun menggelora.

Saya kebagian ‘fa’, nada, sayangnya jarang mendapat bagian. Sebaliknya, ‘do’ nada rendah Bu Hillary mendominasi lagu-lagu yang ditampilkan. Tampaknya, ada operasi khusus untuk itu, dugaan saya.

Tiada catatan, apakah Menlu Clinton pintar bermusik, seperti kepiawaiannya berpolitik dan sebagai sarjana hukum. Tetapi, tampak dia senang dan surprised bisa memainkan peranannya dengan baik.

Tampak semua undangan berbahagia. Dan, usai konser itu mereka dihadiahi angklung yang baru saja mereka mainkan dalam suatu konser besar sebagai tanda-mata dari Indonesia.

“It’s for you, a souvenir from Indonesia”, kata sang komandan tadi.

Saya yakin, malam yang berkesan itu sangat membantu iklim yang kondusif sehingga berbagai posisi-posisi sulit di antara Negara-negara terjembatani. Sehingga pertemuan Menlu ASEAN, ARF dan berbagai pertemuan bilateral terbilang sukses.
Ternyata, harmoni bisa tercipta di bumi Indonesia, seperti diajarkan oleh wisdomnya angklung interaktif.

Dari bocoran teman-teman yang mendapat informasi Menlu Hillary Clinton sangat senang berada kembali di Indonesia, menikmati suasana di Pulau Dewata, keberhasilan menjadi artis yang sekaligus turut mempromosikan budaya Indonesia. Maka, waktu selama 5-hari berada di Indonesia ini termasuk terlama yang pernah dilakukannya di suatu negara. Menlu-menlu lain pun senang.

Persiapan kunjungan Presiden Obama, yang menjadi agenda tambahan kunjungan Ibu Hillary ke Indonesia beres.

Foto Ibu Hillary bermain angklung pun menghiasi pers dunia.

Berkat angklung, Bu Hillary Clinton layak menjadi duta Indonesia, seperti Presiden Obama dengan dengan ‘Anak Menteng’ nya.

Jakarta, 28 Juli 2011

Credit Photo: Rhudie Hartanto

Tuesday, July 5, 2011

Astana: Ibukota Kazakhstan yang Mengagumkan




SAYA selalu belajar di tempat-tempat baru yang saya kunjungi. Apalagi jika kota itu memiliki keunikan, menarik untuk diinformasikan kepada teman-teman, maka fikiran mengembara, merekam dan mencatat.

Setelah penutupan konperensi para menlu negara-negara Islam (Organization for Islamic Cooperation) yang baru saja diubah menjadi Organization for Islamic Cooperation yang berlangsung selama 3-hari di Astana, ibukota baru Republik Kazakhstan, pada akhir Juni 2011 yang lalu, saya sempat keliling kota.

Tempat penyelenggaraan konperensi itu sendiri, Astana Convention Hall, yang terletak di dekat kawasan diplomatik, dilengkapi berbagai fasilitas konperensi internasional, mengawali kekaguman saya kepada negeri ini. Di sini dilangsungkan konperensi internasional dan sidang OIC itu.

Dulu, ketika bekerja di Moskow pada zaman Uni Soviet, saya sudah faham bahwa Repulik Kazakhstan sebagai salah satu dari 15 republik, beribukota di Alma Ata, atau disebut sekarang Almaty. Negeri terluas ke-2 setelah Rusia di Eropa ini dulu terkenal dengan stepe, gurun, tempat ujicoba senjata nuklir dan tempat penggelaran senjata nuklir kedua terbesar di Eropa, milik Uni Soviet dalam kerangka Perang Dingin.

Nursultan Nazarbayev, presiden sekarang, ketika itu hanyalah seorang ketua parlemen yang disebut Presiden dengan tugas-tugas protokoler, sekaligus menjadi ketua partai komunis.

Ketika Uni Soviet pecah, Kazakhstan pun menjadi negara paling akhir menyatakan kemerdekaannya di tahun 1991. Nazarbayev pun melanjutkan tugas menjadi presiden, dan terpilih terus-menerus sampai kini. Meskipun telah merdeka, negeri ini tetap membina hubungan baik dengan Rusia.

Maka negeri itu, relatif menjadi paling stabil politiknya, didukung oleh sumber-sumber alam minyak dan gas yang kaya menjadi paling tinggi pertumbuhan ekonominya. Dua faktor ini pula yang mendukung Kazakhstan untuk kian aktif berperan dan menjadi negara terpenting di Asia Tengah, serta dalam menyampaikan berbagai gagasan di fora internasional.

Jangan lupa, Kazakhstan yang hanya berpenduduk 20 juta juga menjadi negeri penghasil utama biji-bijian dunia, dan pengekspor terbesar uranium!

Pada saat merdeka di tahun 1991, Kazakhstan segera menghapus senjata nuklir, bekerjasama baik dengan Rusia dalam masa transisi, termasuk dalam memperlakukan etnis Rusia yang cukup signifikan di sana.

Negeri ini pada awalnya banyak menerima bantuan dari negeri-negeri Arab yang bersimpati terhadap negeri-negeri atheis di Asia dan Eropa yang ingin kembali ke akarnya: Islam. Ratusan juta dolar pun mengalir.

Turki pun tidak ketinggalan melihat peluang untuk pengaruh politik dan meperluas kepentingan ekonominya. Proyek konstruksi di negeri ini dikuasai perusahaan Turki. Begitu pula dengan China, aktif berdagang.

Namun, Kazakhstan mempertahankan polugri yang seimbang (balanced) terhadap semua negara-negara berpengaruh di kawasannya.

Sejarah negeri ini menarik. Kazakhstan di abad ke-18 masuk ke dalam wilayah pengaruh dan pada pertengahan abad ke-19 menjadi bagian dari kemaharajaan Rusia. Setelah Revolusi Bolshevik 1919, Kazakhstan menjadi bagian dari Uni Soviet (USSR).

Selama berada di bawah Uni Soviet itu pula Kazakhstan membangun sistem ketatanegaraan dan pemerintahan, industri dan sumber-daya manusianya. Faktor ini pula yang menjadi dasar bagi Kazakhstan untuk bersikap optimis dengan masa depannya.

Salah satu proyek terpenting bagi Presiden Nazarbayev adalah memindahkan ibukota dari Almaty, kota tua yang kini sesak, ke daerah padang gersang di Astana di akhir 1997.

Maka, setelah pembangunan masif sejak 1995 Anda tidak lagi melihat kegersangan di ibukota yang lebih mirip menggambarkan masa depan: futuristik. Tidak tanggung-tanggung, pendesain dan arsitek unggulan dunia diundang untuk membangun kota ini.
Astana, dengan 700 ribu penduduk, jauh lebih masif dibanding Putrajaya, Malaysia.

Saya berfikir, kapan Indonesia memiliki ibukota yang ideal seperti Astana.

Kota ini telah siap dengan berbagai infrastruktur pendukungnya. Jangan dulu bandingkan kehidupan kultural dan sosial seperti kota-kota ideal di belahan bumi lainnya. Tetapi, orang-orang Kazakh telah memulai dengan benar. Semua sarana ekonomi, sosial dan kebudayaan dan seluruh perangkat kota dengan status ibukota negeri telah hadir. Dan mereka terus membangun kota ini, dengan sejumlah bangunan berskala besar.

Menara Bayterek menjadi landmark utama Astana dan menjadi symbol Kazakhstan di luar negeri. Di samping istana presiden, gedung pemerintahan, perkantoran, gedung teater dan opera, beragam museum, Astana didukung pula dengan berbagai hotel terbaik, sarana olahraga, gedung apartemen, gedung pertemuan dan konperensi, rumah ibadah berbagai agama.

Beberapa gedung Gedung Palace of Peace and Reconciliation yang berbentuk pyramid seluas lebih dari 25 ribu meter persegi hanya diperuntukkan bagi konperensi perdamaian, dan lintas-keyakinan/agama saja, dengan dukungan ruang opera, museum, perpustakaan dan pusat penelitian.

Mereka telah memiliki Gedung Concert Hall terbesar di dunia berkapasitas 3500 tempat duduk ini berdiri di atas tanah seluas 55 ribu meter persegi dilengkapi aula, ruang musik dan bioskop.

Sementara mesjid terbesar sedang dibangun, maka Mesjid Nur-Astana bermenara-4 yang dibangun tahun 2005 oleh Emir Qatar menjadi Islamic Center. Di sini terdapat ruang ibadah untuk 5000 jamaah, dan sarana madrasah, dan perpustakaan.

Beberapa bangunan monumental yang patut dilihat adalah Ak Orda Presidential Palace seluas hampir 37 ribu meter persegi, Khan Shatyry Entertainment Center yang dibangun pada tahun 2006-2010. Khan Shatyry dibangun mirip dengan tenda tradisional Mongolia setinggi 150 meter di atas tanah 140 ribu meter persegi . Khan Shatyry tidak saja berfungsi sebagai tempat rekreasi biasa, mall, food courts, tetapi juga memiliki pantai indoor dengan udara tropis sepanjang tahun, didukung sarana watersport, dan mini-golf.

Ada juga waterfront di tepi sungai Ishim, katedral, pasar, dan oceanarium. Museum utama terdapat di Presidential Center of Culture, Kabanbay Batyr Mausoleum, Ethnic Memorial Complex, S. Seifullin, dan Museum Nazarbayev sendiri.

Satu kesulitan yang terbayangkan saya adalah kota ini terletak di kawasan terdingin di dunia. Bayangkan, pada musim dingin udara turun mencapai minus 40-45 derjat celcius, dan berangin pula. Yang nikmat adalah di musim panas dengan temperatur tidak lebih dari 25 derajat celcius dan kering.

Kapan Ibukota Republik Indonesia, atau setidaknya pusat pemerintahan kita akan dipindahkan? Hidup di Jakarta ini sudah tidak mendukung lagi. Bahkan, kualitas hidup pun menurun.

Astana, 1 Juli 2011