AKHIR-akhir ini banyak kritik masyarakat tentang studi banding anggota DPR RI ke luar negeri. Terkesan mengolok-olok, masyarakat mengambil studi banding ke Afrika Selatan yang dikatakan “mempelajari pramuka di sana dalam rangka legislasi pembuatan UU Pramuka”.
Saya dapat memahami, di era demokrasi kita masyarakat sangat aktif menyoroti penyelenggaraan negara yang belum berjalan seperti diharapkan. Ketersediaan berbagai sarana atau medium, seperti blog, facebook atau twitter, untuk mencurahkan pendapat juga mendukung gejala ini.
Saya juga menyadari, akhir-akhir ini DPR menghadapi kritik tajam beruntun, seperti masalah Bank Century, rumah aspirasi, penyogokan travel cek untuk pemilihan deputi senior gubernur BI yang menyeret puluhan anggota DPR bahkan termasuk politisi senior, absenteeism, pembangunan gedung DPR, legislasi yang masih menumpuk padahal tahun hampir berakhir, macet, dagang sapi (adakalanya menjadi ‘dagang babi’, maaf) dalam soal paraliamentary threshold dan berbagai deal politik lainnya: beruntun!
Sebagai warganegara yang pernah terlibat di dalam perencanaan berbagai program kunjungan DPR ke luar negeri, maupun memfalisitasi pelaksanaannya di luar negeri, saya ingin share, berbagi pengalaman yang tentunya faktual dan proporsional, jauh dari insinuasi atau fantasia atau tuduhan-tuduhan yang emosional.
Urgensi Kunjungan Delegasi DPR RI
DALAM perspektif hubungan antar-negara, kunjungan resmi DPR atau kunjungan antar-parlemen memainkan peranan terpenting kedua setelah kunjungan kepala negara (presiden, raja). Oleh karena itu, kunjungan resmi (official visit, atau muhibbah) selalu dilengkapi dengan acara-acara protokoler, seperti courtesy call kepada presiden/raja dan perdana menteri, jamuan malam resmi, ziarah ke makam pahlawan dsb.
Yang paling pokok adalah substansi tentunya. Kunjungan resmi di suatu negara mencerminkan tingkat hubungan antar-negara, yang memberikan kesempatan untuk memperbarui (to renew) hubungan bersahabat dan komitmen negara, bertukar-fikiran terhadap perkembangan dan isu-isu global yang menjadi perhatian bersama, perkembangan di kawasan masing-masing, termasuk dukungan untuk peningkatan kerjasama bilateral di berbagai bidang. Ini menjadi praktik lazim di seluruh negara di dunia, termasuk dari kelompok negara otoriter/totaliter sekalipun.
Pada tingkat lebih rendah daripada kunjungan resmi adalah kunjungan kerja (working visit), yang melibatkan berbagai jenis delegasi dan keperluan, seperti misalnya kunjungan ke Afrika Selatan dan berbagai jenis delegasi parlemen ke luar negeri.
Kunjungan delegasi kerjasama antar-parlemen atau persahabatan yang merupakan komite tetap, anggotanya dari antar fraksi dan komisi, adalah elemen penting dalam hubungan bilateral. Jenis kunjungan ini merupakan organ untuk menindaklanjuti hasil-hasil kunjungan resmi. Di setiap Negara terdapat organ yang menangani hubungan bilateral. Di DPR RI disebut sebagai Grup Kerjasama Bilateral (GKSB) dengan nomenklatur khusus (resmi) yang dikaitkan dengan negara tertentu, misalnya GKSB RI – Rusia, RI – India, RI – AS, RI – China dsb.
Selanjutnya yang tidak kurang penting adalah kunjungan Komisi Luar Negeri (Komisi I di DPR RI), yang tentu saja dari satu komisi namun anggotanya dari berbagai fraksi/partai. Kunjungan ini dilaksanakan pada negara-negara strategis, besar, atau memiliki intensitas hubungan yang tinggi dengan Indonesia.
Masih ada berbagai jenis kunjungan parlementer lainnya yang spesifik, misalnya kunjungan delegasi badan legislasi yang tujuannya untuk memperoleh perspektif bagaimana parlemen di negara sahabat itu menyusun dan mengawasi UU tertentu. DPR RI selalu memilih negara-negara yang berpengalaman atau mengalami transisi menjadi Negara demokrasi sebagai negara tujuan dalam fungsi legislasi ini.
Jenis kunjungan yang penting lainnya adalah delegasi panitia khusus (pansus) yang diberi tugas spesifik. Tentu saja kunjungan dilaksanakan pada Negara-negara yang dipandang memiliki pengalaman penting dan intensif di bidang tersebut serta cocok dengan kondisi Negara kita. Mungkin, kunjungan DPR ke Afrika Selatan masuk dalam kategori ini.
Kedua jenis terakhir ini juga sifatnya antar fraksi.
Semua kunjungan delegasi parlemen itu sifatnya timbal-balik, bergantian. DPR RI kita juga menerima berbagai kunjungan delegasi parlemen dari seluruh dunia.
Diplomasi Parlementer
ADALAH suatu kenyataan, di manapun parlemen yang merupakan lembaga tinggi Negara turut memainkan diplomasi dan memajukan kepentingan nasional. Bahkan di tingkat global dikenal asosiasi parlemen dunia yang disebut dengan IPU yang lebih concern dengan masalah-masalah global dan memiliki hubungan asosiasi dengan PBB.
Di kalangan negara-negara Islam, dikenal the Parliamentary Union of the OIC member states (PUOICM) yang membahas masalah-masalah dunia dan situasi spesifik di negara anggota.
Di tingkat regional ada yang dikenal sebagai Asia Pacific Parliamentary Forum (APPF), di ASEAN sebagai AIPO (ASEAN inter-parliamentary organization) dan kini menjadi AIPA, berbentuk asosiasi yang lebih permanen.
Badan parlemen di atas bersifat multilateral dan mengeluarkan berbagai resolusi yang bersifat dukungan atau bahkan kecaman terhadap suatu masalah atau negara tertentu. Sudah bisa dibayangkan, PUOICM sangat rajin mengeluarkan statement mengecam Israel.
Diplomasi parlementer, atau hubungan luar negeri yang dilaksanakan oleh parlemen termasuk jenis kegiatan internasional DPR RI, baik di dalam negeri ketika menerima kunjungan bilateral atau dubes negara sahabat maupun dalam konteks kunjungan di atas.
Saya berpendapat, betapapun pelaksanaan berbagai kunjungan delegasi DPR belum lah maksimal seperti yang diharapkan masyarakat kita, namun konsekuensi dari piihan demokrasi mengharuskan kita menaruh respek, setidaknya pada kelembagaan. Bagaimana pun juga, para anggota DPR telah terpiih secara demokratis dan mepertanggungjawabkan kinerjanya kepada rakyat atau setidaknya pada konstituten mereka. Mereka, suka atau tidak suka, adalah putera terbaik yang merepresentasikan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Saya percaya, dan sesuai pengalaman, over-time akan terjadi peningkatan kualitatif anggota DPR dan institusi itu sendiri. Tetapi, kita harus memulai dengan memberikan kesempatan untuk belajar, learning process, untuk menemukan best practices, lessons learned. Pengalaman nyata di lapangan akan sangat berbeda hasilnya dibanding studi melalui internet yang belum tentu jelas pertanggungjawabannya.
Membangun tradisi dan membentuk kelembagaan demokrasi jauh lebih sulit daripada memproklamirkan diri menjadi negara demokratis, seperti pengalaman kita sejak 1999. Yang terpenting di sini tentu membangun manusianya dengan kultur demokratis yang berbeda dengan zaman otoriter di masa lalu.
UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri telah mengakui peranan parlemen, beserta LSM, masyarakat, pengusaha di dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri. Berbeda dengan politik luar negeri yang masih menjadi domain pemerintah (seperti di seluruh negara di mana pun), hubungan luar negeri menjadi domain semua pemangku kepentingan.
Dalam pengamatan saya, kunjungan-kunjungan delegasi DPR RI sangat membantu di dalam memajukan diplomasi dan mendorong polugri bebas aktif, serta untuk peningkatan kerjasama bilateral/kepentingan nasional yang saling-menguntungkan.
Tidak Asal-Asalan
DALAM bentuk apapun atau misi apapun, kunjungan delegasi DPR RI selalu diawali dengan persiapan. DPR RI selalu mengkomunisasikan rencana dan program (tentative) kunjungan dan selanjutnya mengundang pejabat Kemlu untuk membahas rencana kunjungan dan tujuan yang ingin dicapai.
Kesempatan itu digunakan oleh Kemlu untuk menyampaikan tanggapan, masukan, serta situasi hubungan bilateral, termasuk kerangka kerjasama antarparlemen. Tuan-rumah pertemuan biasanya organisasi/badan yang membuat rencana kunjungan.
DPR RI sebelumnya telah mempersiapkan sejumlah pertanyaan yang relevan (selalu tertulis) dengan maksud kunjungan. Kami menjelaskan dan menyampaikan jawaban tertulis dan selalu diserta penjelasan verbal dalam pertemuan di gedung DPR RI. Diskusi di sini merupakan kesempatan untuk pendalaman substansi.
Bila muncul pertanyaan yang memerlukan informasi dari perwakilan, maka pejabat Kemlu terkait akan mengoordinasikan terlebih dahulu dengan KBRI. Maka, adakalanya pertemuan di gedung DPR itu berlangsung s/d 3 kali, sampai dipandang memadai/matang.
Hasil-hasil rapat/pertemuan itu merupakan bahan-bahan untuk penyusunan position paper delegasi. Kemlu via KBRI juga membantu di dalam mengoordinasikan program yang disepakati dengan DPR Negara sahabat.
Tidak jarang, meskipun program dan substansi kunjungan sudah matang acara kunjungan mengalami penundaan berkali-kali bahkan sampai akhir tahun anggaran tidak terlaksana. Hal ini disebabkan karena para anggota yang terdiri dari berbagai fraksi/komisi memiliki jadwal dadakan atau karena ada perkembangan lain.
Apabila persiapan telah berjalan lancar tanpa halangan atau hambatan maka delegasi DPR RI berangkat ke Negara tujuan dan disambut oleh Dubes RI beserta staf KBRI. Biasanya kami langsung mengundang delegasi untuk rapat gabungan.
Rapat gabungan ini bermanfaat untuk mengoordinasikan program atau menjelaskan secara lebih detil dan untuk pendalaman position paper. Kesempatan ini digunakan oleh Dubes untuk menyampaikan perkembangan hubungan bilateral, masalah-masalah menonjol/pending matters termasuk situasi menyangkut WNI/TKI. Dubes juga menggunakan kesempatan untuk menitip pertanyaan atau meminta mengangkat permasalahan tertentu pada saat delegasi bertemu dengan mitra/tuan rumah di negara tujuan.
Selama berada di negara tujuan, di samping hal-hal protokoler, telah diacarakan pada program kunjungan, al. pertemuan bilateral antar parlemen, courtesy call kpd ketua parlemen dan menlu, jamuan kehormatan untuk delegasi, pertemuan dengan menteri-menteri terkait (perdagangan, industry, pertahanan, hukum dsb) kunjungan ke industri-industri relevan, pertemuan dengan Kadin dan pengusaha, dan ramah tamah dengan masyarakat Indonesia yang berada di negara akreditasi.
Substansi
KEMAJUAN dalam hubungan bilateral merupakan pokok substantive yang ingin diperoleh dalam kunjungan.
Tentu saja, dalam pertemuan resmi kedua pihak menegaskan-ulang hubungan bersahabat dan komitmen untuk peningkatan kerjasama bilateral di segala bidang. Kedua delegasi juga menyampaikan briefing tentang situasi umum dan menonjol di kawasan dan di dalam negeri. masing-masing. Berbeda dalam kunjungan tingkat resmi Ketua DPR RI, pada kunjungan yang lebih rendah masalah-masalah global tidak dibahas terlalu mendalam, biasanya lebih diutamakan membicarakan hal-hal terkait dengan fungsi parlemen, seperti legislasi, budget, pengawasan eksekutif, UU pemilu, otonomi daerah, parliamentary threshold, pencegahan money politics, ethics dan sebagainya.
Dalam kunjungan pansus, waktu untuk pertemuan lebih banyak digunakan untuk pendalaman materi dengan komisi-komisi dan pejabat pemerintahan terkait dengan substansi.
Dubes dan staf KBRI selalu turut menghadiri pertemuan-pertemuan, khususnya berkaitan dengan perkembangan dan pembahasan kerjasama bilateral, termasuk dukungan bagi pencalonan wakil atau negara Indonesia pada jabatan-jabatan di organisasi internasional.
Pembahasan kerjasama bilateral merupakan substansi yang menarik dan konkrit dibicarakan. Dalam substansi kerjasama ekonomi kedua pihak berupaya mencarikan jalan keluar untuk memajukan kerjasama bilateral di bidang perdagangan, investasi, keuangan, tourism. Pada substansi kerjasama bidang sosial budaya dibahas langkah-langkah lanjutan untuk mendorong partisipasi di berbagai event budaya, kerjasama iptek dan pendidikan.
Pertemuan dengan masyarakat Indonesia, baik yang berada di lingkungan KBRI maupun masyarakat biasa, merupakan kesempatan bagi para wakil rakyat untuk bertemu dan mendengarkan keluhan mereka. Selalu, para anggota DPR RI menawarkan bantuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi WNI dalam kaitan humaniter maupun soal-soal status anak atau kewarganegaraan. Saya sering mendapat apresiasi dari WNI pada saat masalah yang mereka hadapi diselesaikan, tentu berkat dorongan dan akses yang dimiliki oleh anggota-anggota DPR yang berkunjung.
Kami juga mengambil manfaat tambahan berkat kunjungan delegasi DPR RI dalam menyangkut gagasan dan usulan, pemecahan masalah yang dihadapi oleh KBRI, misalnya program kerja strategis, akses ke departemen sektoral yang berkaitan dengan kerjasama G to G, anggaran, penyediaan sarana gedung kantor dsb.
Rekapitulasi
KBRI mencatat keseluruhan pertemuan dan hasil-hasil yang dicapai untuk disampaikan dalam bentuk laporan resmi kepada Menlu dan unit-unit terkait di Kemlu, serta mengirimkan copy laporan kepada Pimpinan DPR RI. Di lain pihak DPR juga membuat laporan internal, khususnya berkaitan dengan aspek kerjasama antar-parlemen dengan negara sahabat.
Intensitas kunjungan pada delegasi DPR dari berbagai bentuk mencerminkan tingkat hubungan bilateral antara Indonesia dengan negara tujuan. Lebih dari sekadar protokol, kunjungan itu sangat bermanfaat untuk mendorong peningkatan kerjasama bilateral.
Memang, pengalaman DPR RI dalam kunjungan ke berbagai Negara tentu tidak sama, bervariasi, sesuai dengan bobot dan peranan global/regional Negara sahabat tersebut serta tingkat dan dinamika kerjasama bilateralnya dengan Indonesia.
Mungkin berbeda dengan dugaan publik bahwa delegasi DPR yang melakukan kunjungan menghabiskan waktu belanja atau piknik, dalam pengalaman saya seluruh delegasi meskipun menyatakan puas dengan hasil-hasil dicapai mereka juga komplain tidak terjadwalnya waktu bebas untuk istirahat sejenak kecuali kesempatan untuk mengunjungi kota-tua dan makan malam di restoran tradisional di sana.
Pada tahun 2009, kami menerima tidak kurang dari 8 delegasi kunjungan parlemen, yang terdiri dari kunjungan resmi, komisi, badan, DPD, termasuk dari provinsi. Semuanya dengan kesimpulan sama.
Membangun institusi kenegaraan, termasuk DPR dan demokrasi memerlukan waktu, tenaga, dan kontribusi kita semua, dengan demikian menjadi tanggung jawab bersama.
Jakarta, 16 September 2010
Penulis adalah Dubes RI untuk Republik Polandia, Desember 2006 - April 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment