Thursday, May 12, 2011

INDONESIA ESTABLISHED FIRST CHAPTER OF ASEAN BLOGGER COMMUNITY

DIRECTOR General for ASEAN Cooperation of the Ministry of Foreign Affairs Djauhari Oratmangun Tuesday (10/5) inaugurated the establishment of the ASEAN Blogger Community Chapter Indonesia in Jakarta.

The launching of the first ASEAN regional-based blogger community is meant to express the enthusiasm among Indonesian bloggers to support Indonesia’s position as current 2011 chair of ASEAN.

Mr. Djauhari Oratmangun hailed the initiatives of Indonesian bloggers to establish the first kind of blogger society and hoped that similar communities would be established by its sister chapters in all ASEAN member countries. He asked ASEAN Blogger Community Chapter Indonesia to jointly with him in the dissemination of information and messages of ASEAN to Indonesian people.

“ASEAN is in the verge of crucial challenges that this sub-regional cooperative organization cannot survive in the globalization era without strong support from its people. Therefore, the ASEAN Charter has mandated all ASEAN member-countries to do their utmost to make ASEAN relevant, useful, and felt among its people”, he said.

He continued, the participation of bloggers is crucially important since our contemporary world and challenges ahead depends heavily on IT communications, and in particular the social media. Therefore, the task he expects from Indonesian bloggers is to spread all positive direction ASEAN is now pursuing and in speeding up the establishment an ASEAN community-type cooperation in the Southeast Asia sub-regional in 2015.

The inauguration of ASEAN Blogger Community Chapter Indonesia were attended by blogger community representatives, among others, from Jakarta, Bekasi, Surabaya, Jakarta, Medan and Makassar.

The official inauguration was marked by signing of a Declaration, among others by Director General Djauhari Oratmangun, followed by chairman of the event organizer Imam Brotoseno, the founders and respective representatives of blogger communities from those cities.

The Declaration on the Establishment of the ASEAN Blogger Community Chapter Indonesia contains the commitment: (1) to intensify efforts in the making of a people-centered ASEAN integration through strengthened interaction, (2) to put forward ideas and proposals to respective governments in their exercise of strengthening 3 community pillars, i.e. political and security, economic, and social-cultural in line with the national interest of Indonesia and people welfare (3) to bridge communication among bloggers in ASEAN countries and to encourage people participation in the process, (4) to conduct social activities among bloggers and people in establishing a sense of ownership and participation within the ASEAN cooperation framework, and (5) and to establish the ASEAN Blogger Community Chapter Indonesia as contribution from the Indonesia people, and to publish information of its activities of through newly-established website http://aseanblogger.com.

In his introduction remark, Mr. Imam Brotoseno welcomed the support rendered by the Ministry of Foreign Affairs, in particular, for the warm support from Director General Djauhari Oratmangun. He thanked also Ms. Mubarika Darmayanti, representative of IdblogNetwork for her support.

“Through Indonesia’s chapter of the ASEAN Blogger Community, we bloggers wish to contribute to the presence of ASEAN in the midst of Indonesian people, and the Chapter would serves as bridge to communicate Indonesian bloggers with their counterparts from 9 other member countries. We do not intend to apply this social medium just for the sake of forging friendship and common identity, but also in the practical terms to strengthen strategic goals in new economic ventures at the level of society, as well as in the socio-cultural fields”, Imam Brotoseno further said, speaking on behalf of the founders of the group.

He said the presence of ASEAN among people of South East Asia should not only be felt. ASEAN should be owned, driven, and initiated by people. The Summit theme ASEAN of people-centered needs more new ideas and thinking in the concrete and practical terms.

“We wish our step would be followed by other blogger communities in the ASEAN member-countries. We wish to establish cooperation and exchange of views and information with our counterparts”, said Imam Brotoseno.

“Domestically, we would like to appeal to all bloggers in many cities in Indonesia to join us, either individually or through their communities”, he continued.

Mr. Brotoseno, former President of annual Indonesian Blogger Party in 2010 said in the talkshow program held after the inauguration of the ASEAN Blogger Community Chapter Indonesia that he and other colleagues would embark a string of road shows in Surabaya, Makassar, Medan, and finally Jakarta in order to introduce the newly established Indonesian Chapter, where he expected to receive not only enthusiasm but also ideas and proposals from bloggers there.

“We would like to develop vision and mission of our newly-established blogger association, and further action plans”, he added.

According to some of the founders of ASEAN Blogger Community Chapter Indonesia, they will make a report to the Ministry of Foreign Affairs and to the ASEAN Secretary General on the establishment of the Indonesian Chapter.

“We will ask the Foreign Ministry and the ASEAN Secretariat to inform the governments of ASEAN member-countries and offer our readiness to cooperate with our sister counterparts. We intend to organize a meeting of all sister ASEAN Blogger Community Chapters from respective countries in Jakarta during the 44th Anniversary of ASEAN. The meeting would be held to provide exchange of views among all ASEAN member countries and to establish cooperation on how we could contribute in the ASEAN process”, Aris Heru Utomo, chair of the Bekasi Blogger (BeBlog), other founders Amril Taufik Gobel, and Wijaya Kusumah added.

Tuesday, April 19, 2011

ADAKAH RUANG DIPLOMASI KITA DI TIMUR TENGAH?

TUNTUTAN umat Islam di tanah air agar Indonesia memainkan peranan aktif dalam mendorong proses damai reformasi di beberapa Negara Timur Tengah dan Afrika Utara mencuat akhir-akhir ini.

Berturut-turut, mulai akhir 2010 demonstrasi merebak di Tunisia kemudian menjalar ke Mesir, Libya, Aljeria, Bahrain, Djibouti, Iraq, Yordania, Syria, Oman dan Yaman, diikuti pula euphoria demokrasi di Kuwait, Lebanon, Mauritania, Marokko, Arab Saudi, Sudan dan di Sahara Barat yang semuanya dikenal sebagai negara-negara Muslim.

Beberapa pengamat mencoba memahami situasi dan dinamika yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara itu kurang lebih setara dengan tingkat dan dimensi perubahan di Eropa Timur di awal tahun 1990-an yang telah menjungkirbalikkan komunisme dan mengakhiri Perang Dingin. Peta Eropa berubah, maka peta geopolitik pun berubah.

Dan, pergolakan atau lebih tepatnya revolusi yang berlangsung di sana belum akan berakhir dalam waktu dekat. It’s only the beginning, hemat saya.

Akankah ‘wind of change’ menyapu Dunia Islam? Seberapa besar tantangan demokrasi di Dunia Islam dan apakah pengalaman Indonesia atau Turki relevan bagi Negara-negara yang sedang bergejolak tersebut.

Adakah opsi-opsi yang terbuka bagi Indonesia untuk turut menyumbangkan peran dan pengalamannya dalam meredam gejolak agar tidak merugikan perjuangan Dunia Islam? Pertanyaan-pertanyaan itu tidak mudah dijawab tentunya.

Mengapa Kita Peduli?

HARAPAN masyarakat di tanah air agar Indonesia melalui diplomasi untuk memainkan peranan untuk tercapainya transisi damai di Negara-negara Muslim itu beralasan.

Pertama, Indonesia merupakan Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Pergolakan di dunia Islam menjadi keprihatinan kaum Muslim di Indonesia. Indonesia pasca reformasi telah memiliki kesempatan untuk menggunakan diplomasi yang tidak sekadar alat perjuangan mencapai kepentingan nasional yang tangible.

Pembukaan UUD 1945 telah memandatkan tanggung-jawab internasional Indonesia apalagi didukung dengan kinerja ekonomi yang menakjubkan dunia dan telah menjadi anggota G-20, kelompok negara dengan ekonomi terbesar dunia.

Solidaritas karena kedekatan agama atau mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina telah menjadi klasik. Konstituten di dalam negeri telah mendorong agar Indonesia lebih berkiprah tidak hanya di bidang politik, tetapi juga di bidang ekonomi.

Kedua, di sana banyak terdapat penduduk Indonesia yang sedang bekerja atau menunaikan ibadah umrah, berwisata, maupun mahasiswa. Di dalam era merebaknya medium untuk media social, perkembangan situasi yang memburuk di Timur Tengah menjadi kecemasan dari rumah ke rumah.

Ketiga, Indonesia juga pernah mengalami proses reformasi dan berhasil mengatasi gejolak di masyarakat dengan baik. Indonesia juga telah muncul menjadi salah satu kekuatan demokrasi di dunia, bahkan melalui Bali Democracy Forum menyumbang bagi proses penguatan demokrasi di kawasan Asia Pasifik. Jelas kita bisa menyumbangkan pengalaman kita dengan negara-negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi.

Konstituen kita di dalam negeri juga terbelah. Ada yang mendukung runtuhnya rejim Gaddafi, namun kemarahan terhadap pengeboman oleh Amerika Serikat dan sekutu NATO juga tidak kurang.

Sering pula Pemerintah didorong agar bersikap proaktif, adakalanya melampaui kapasitas atau kemampuan kita sendiri.

Reaksi Dunia Islam

MEMANG dirasakan aneh, Organisasi Konperensi Islam (OKI) yang beranggotakan 57 negara di Dunia Islam, termasuk Indonesia, sejak awal tidak mengambil langkah-langkah penting di tengah keadaan yang memburuk di Tunisia, Mesir dan Libya.

OKI baru bersuara ketika angin reformasi melanda Libya dan menjatuhkan korban warga sipil. Melalui sekjen Ekmeleddin Ihsanoglu, OKI mengeluarkan seruan agar semua pihak yang ambil-bagian dalam operasi militer menahan diri untuk tidak menjatuhkan korban di kalangan sipil serta meminta semua Negara menghormati kesatuan bangsa dan keutuhan wilayah Libya.

Pernyataan ini sangat terlambat, karena pernyataan ini keluar baru pada tanggal 23 Maret 2011, sesaat setelah keluarnya resolusi DK-PBB No. 1973. Padahal, pergolakan dahsyat telah dimulai di Mesir sejak akhir Januari 2011.

Bagaimana dengan Gulf Cooperation Council (GCC)? Dalam pergolakan di Libya, 6 negara yang tergabung dalam GCC (Gulf Cooperation Coucil) secara terang-terangan menyerang Muammar Gaddafi dan memihak kepada oposisi. Turut sertanya Qatar mengirimkan pesawat tempur menyerang kekuatan militer Gaddafi menggambarkan komplikasi yang tidak gampang bagi Indonesia untuk mendukung kepada salah satu pihak.

GCC mempunyai alasan jelas bahwa penembakan dengan senjata berat penduduk sipil dengan menugaskan tentara bayaran asing adalah pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional.

“Rejim Gaddafi telah kehilangan legitimasinya” kata Perdana Menteri merangkat Menlu Qatar Hamad bin Jasem bin Jaber Al Thani.

Bagaimana dengan peran Arab League? Organisasi bangsa Arab yang beranggotakan 22 negara ini berbeda pendapat dengan GCC yang dimotori oleh Arab Saudi, sebaliknya menyesalkan serangan bom AS dan Negara-negara Eropa yang telah menjatuhkan korban di kalangan sipil serta tidak menghantarkan ke arah membaiknya situasi bahkan perang saudara terbuka.

Sekjen Arab League Amr Moussa menyatakan persetujuan mereka untuk resolusi DK-PBB yang memberlakukan no-fly zone dimaksudkan untuk mencegah Gaddafi menggunakan kekuatan udara menyerang penduduk sipil dan bukan untuk menggempur kota Tripoli serta pasukan Libya.

Resolusi DK-PBB seperti cek-kosong yang digunakan AS dan sekutunya untuk menggempur Libya habis-habisan tanpa memperdulikan kepentingan perlindungan bagi warga sipil.

Uni Afrika pun tidak mampu berbuat apa-apa. Sikap Negara-negara anggota organisasi regional ini pun terbelah-belah. Gaddafi banyak memberikan sumbangan kepada Uni Afrika.

Indonesia tidak dapat berbicara di GCC maupun Arab League, atau Uni Afrika semata-mata kita tidak menjadi anggota di 3 organisasi ini, maka satu-satunya forum yang mungkin digunakan adalah melalui OKI.

Namun, sampai saat ini OKI belum mampu memainkan peranan substantif dan signifikan dalam mendorong proses perubahan damai tanpa gejolak di Timur Tengah dan Afrika Utara. Alasannya jelas, tidak ada konsensus dan bahkan sikap negara-negara anggotanya terpecah.

Bilamana organisasi regional atau sub-regional sendiri kurang mampu berperan maka sulit bagi Indonesia, yang bukan negara kawasan, untuk menawarkan perannya.

Keterbatasan Diplomasi RI

Alhasil, satu-satunya leeway (koridor) tersisa bagi kita untuk turut berbicara mengenai situasi yang menimpa saudara-saudara kita di Timur Tengah dan Afrika Utara adalah secara nasional, seperti yang disuarakan oleh Presiden RI maupun delegasi RI di PBB. Di sinipun kita memiliki keterbatasan.

Meningkatnya gengsi berkat peran menonjol di berbagai fora internasional tidak serta-merta menjadi currency yang dapat dimainkan dalam pertarungan diplomasi. Ada keterbatasan bagi Indonesia untuk memainkan peranan di dalam mengatasi situasi di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Pertama, tatanan internasional pada pasca Perang Dingin memberikan ruang-gerak bagi peranan organisasi regional yang lebih besar. Dalam hal ini, organisasi yang relevan untuk membahas pergolakan yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara adalah GCC, Arab League, atau Uni Afrika.

Tuntutan agar ASEAN menyuarakan pernyataan mengecam pemboman Libya juga tidak memungkinkan karena isu Timur Tengah ini hanya menjadi perhatian 3 dari 10 negara anggota, yakni Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Sekiranya ASEAN juga mengeluarkan pernyataan sifatnya umum-umum saja.

Kedua, meskipun secara nominal telah menjadi negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia Indonesia baru berambisi untuk menjadi ‘inspirasi’ dan belum mau menjadi kampiun yang memaksakan format demokrasi di mana-mana. Konsolidasi praktik-praktik demokrasi masih berlangsung di tanah air yang di sana-sini masih memerlukan penyempurnaan. Artinya, kondisi demokrasi kita belum mencapai taraf paripurna.

Ketiga, meskipun secara nominal disebut telah menjadi negeri berpenduduk terbesar Muslim se dunia, namun masih banyak pekerjaan rumah kita untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi bagi kalangan masyarakat. Indonesia juga sedang membangun kapasitas intelektualitas dan pemikir keislamannya untuk bisa menjadi center of excellence yang diakui di Dunia Muslim. Untuk menjadi pusat peradaban Islam se dunia, misalnya, masih banyak pekerjaan rumah bagi Indonesia, perolehan Nobel dan karya-karya pemikiran Islam berkelas dunia salah satunya di mana Indonesia masih absen.

Keempat, untuk memainkan peranan penting dalam percaturan politik internasional atau memainkan kartu diplomasi maka Indonesia memerlukan means dengan currency yang berlaku.

Dalam percaturan diplomasi kekuatan ekonomi, militer yang memadai dan dapat diproyeksikan secara global menjadi keniscayaan bagi pelaksanaan diplomasi kita. Meskipun telah diakui sebagai pemain baru potensial dalam perekonomian dunia negeri kita juga masih belum dalam posisi yang consolidated, seperti misalnya China.

Dengan kondisi kemampuan keuangan terbatas, peningkatan kapasitas pertahanan nasional yang didukung dengan peralatan canggih belum menjadi prioritas bagi kita. Jangankan untuk penggunaan kekuatan militer dalam mendukung diplomasi RI di timur Tengah, untuk di kawasan Asia Tenggara sekalipun kita belum mampu memproyeksikan kekuatan militer dengan hardware yang handal.

Kinerja diplomasi akan meningkat bilamana Indonesia berhasil meningkatkan kapasitas dan kemampuan proyeksinya di bidang ekonomi dan pertahanan di dalam pergaulan bangsa-bangsa.

Jakarta, 20 April 2011

Tuesday, March 29, 2011

Taman Wisata Mekarsari



IMPIAN untuk membuat taman buah tropis (tropical fruit garden) tidak hanya digandrungi oleh negara-negara beriklim tropis, seperti Indonesia dan Malaysia dalam promosi wisatanya. Beberapa yayasan atau perorangan dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Brazil, juga telah membangun sendiri taman buah tropis mereka. Sebagai hobby atau memang pencintanya.

Ada taman buah tropis yang berdiri sendiri, ada pula yang menjadi bagian dari botanical garden, seperti di Florida yang memiliki kompartemen dinamai tropical fruit garden.

Yang pasti, taman buah tropis menarik perhatian dunia karena buah-buahan tropis itu terkenal unik dan tidak setiap saat bisa dijumpai dan ada di mana-mana. Tidak hanya duren yang berbau tajam, buah-buahan seperti manggis, nangka, cempedak, dan berbagai buah hutan dipandang eksotis. Lezat pula.

Berdasarkan informasi Google, memang kebanyakan taman buah tropis yang ada berukuran kecil saja, sehingga tidak perlu mengambil lahan yang luas. Seperti di Penang Malaysia, misalnya, tropical fruit farm dengan koleksi 370 jenis tanaman di sana hanya menyita tanah seluas 1 hektar (10.000 m2).

Thailand memiliki taman buah tropis tetapi sebagai bagian dari atraksi wisata, dan juga tidak luas-luas amat.

Bagaimana di Indonesia?

TAMAN buah tropis yang terkemuka di tanah air terdapat di Mekarsari, yang dikenal di dunia dengan nama dengan nama Mekarsari Amazing Tourism Park, disingkat MATP. Saya dan keluarga berkunjung ke sini pada akhir pekan minggu lalu.

Dengan membayar Rp 15 ribu/orang (harga akhir pekan), di sini Anda akan menikmati liburan keluarga yang bermanfaat.

Meskipun bulan Januari-Maret bukan bulan keberuntungan untuk datang ke taman buah di Mekarsari yang telah berubah menjadi Taman Wisata Mekarsari– karena bukan musim buah-buahan— tetapi kunjungan ke sini lumayan menghibur. Idealnya, Anda sebaiknya datang pada pada musim buah (April-September). Tidak saja menyaksikan buah-buahan unik yang kita kenal pada masa kecil dulu, Anda juga akan berkesempatan mencicipi berbagai buah-buahan tropis yang sedang panen.

Taman Mekarsari memproklamirkan diri sebagai taman buah tropis terbesar di dunia. Pantas, karena lahannya mengambil tempat seluas 264 hektar yang didirikan sejak sejak 1995, atas inisiatif Ibu Tien Soeharto.

Mengapa diperlukan lahan seluas itu? Tidak lain karena meskipun Mekarsari memang bukan hanya lokasi untuk produksi buah-buahan. Kawasan ini lebih sebagai tempat ‘penangkaran buah tropis’ yang didukung dengan teknologi pertanian Mekarsari bisa menghadirkan berbagai buah-buahan yang bukan hanya berasal dari Indonesia.

Bunga pun ditanam di sini. Jadi dengan mengunjungi Mekarsari, anak-anak pun bisa mengenal dan belajar mengenai kekayaan alam Indonesia. Dan, Mekarsari dilengkapi dengan sarana hiburan lainnya dankjini menjadi Taman Wisata.

Meskipun telah berubah menjadi taman wisata, namun Mekarsari tetap dengan mengutamakan misi awalnya sebagai taman buah-buahan tropis. Dan, fasilitas lainnya tidak boleh dipandang hanya sebagai side order!

Taman Buah

MEKARSARI memiliki koleksi kurang lebih 44 kelompok buah-buahan dari 362 jenis dengan 1.463 varietas tanaman dari berbagai daerah di Indonesia. Semua buah ini tersedia dengan berbagai macam jenis dan asal buah.

Selain itu, Mekarsari melakukan penyilangan terhadap berbagai macam jenis buah sehingga menghasilkan buah dengan kualitas yang baik. Misalnya saja nangkadak, hasil penyilangan antara nangka dan cempedak.

Buah-buahan populer seperti buah nanas, durian, melon, rambutan, mangga, manggis, hingga belimbing pasti ada. Jika ingin yang lebih unik dan eksotis terdapat buah-buah langka seperti matoa, sawo kecik, sawo putih, gayam, buah nona, nenas arnis, buah seri (cherry), cengkih, kesemek, kepel, kemang, jambu air king citra, jambu air kampret, nangka bola, nangka tanpa kulit dan banyak lagi.

Kapan waktu tepat untuk mengunjungi Mekarsari? Jika tujuan Anda untuk menikmati panen buah-buahan maka datanglah pada bulan April sampai September.

Pada bulan April - Mei ada panen buah abiu atau sawo Australia, kecapi kelapa, kimalaka yang tahan api, buah maja (nan manis), mangga, kopi , murbei, nenas, biji pala, karendang yang biasa juga disebut natal plum, serikaya, belimbing, salak, kelengkeng atau longan.

Musim buah berlanjut di bulan Juni, dengan menambahkan buah mundu, dan pada bulan Juli jambo bol, lontar (aren) atau margot, rukam, kola yang masih keluarga kakao, ceremai (cerme). Musim buah berlanjut pada bulan Agustus dengan kehadiran buah nona sirsak rawa, jambu mawar alias jambu Kraton.

Musim buah ditutup pada bulan September, dengan panen nangka, kluwek dan kepayang.

Berbagai Fasilitas

DI SINI Anda dapat menikmati berbagai fasilitas hiburan keluarga, seperti Canal Tour, Kid’s Fun Valley, Country Side, Melon Park, Snake fruit Garden, Deer Park, danau rekreasi seluas 20 ha, Baby Zoo, greenhouse, kawasan outbound, menara observasi, Puri Tirto Sari yang terkenal sebagai gedung yang memiliki air terjun.

Pada saat berada di sana, saya menyaksikan kelompok keluarga atau karyawan suatu perusahaan sedang piknik bareng dengan berbagai kegiatan outdoor. Beberapa kelompok sedang mengikuti wisata kebun, barbeque, dan jalan-jalan di kebun buah.
Hanya, perlu waspada karena pada bulan liburan sekolah, Mekarsari ini akan dipenuhi oleh pengunjung dari seluruh Indonesia. Parkir susah dan jalan macet.

Mengingat luasnya, Mekarsari juga menyediakan kendaraan wisata untuk berkeliling di lahan yang luas ini, dengan membayar Rp 10 ribu (harga akhir pekan). Saya menganjurkan pengunjung untuk berkeliling terlebih dahulu.

Pengunjung boleh berhenti di tempat-tempat wisata yang diinginkan dan melanjutkan perjalanan dengan kereta berikut tanpa dipungut bayaran lagi. Jika kebun buah yang didatangi sedang panen, pengunjung boleh membeli dengan memetik langsung buah di pohon. Sementara jika sedang tidak panen atau lewat waktu panen, pengunjung bisa membeli buah di kios yang ada di kebun atau di toko buah di areal Graha Krida Sari (gedung pusat informasi).

Kunjungan bisa diawali berkeliling menggunakan kereta wisata bergandeng yang akan memawa Anda berkeliling menyaksikan beberapa obyek-obyek menarik seperti, areal pembibitan, persemaian, areal rumah plastik, wahana outbound, kebun sayur, kolam pemancingan, tanaman buah dalam pot, kebun wisata melon, kebun salak, rambutan, jeruk, nangka, belimbing dan lain sebagainya.

Bagi yang berminat dapat turun sejenak untuk melihat tanaman melon yang ada di dalam rumah yang berfungsi sebagai green houses. Jika melon sedang berbuah, Anda diizinkan memetik melon langsung dari batangnya.

Ada baiknya setelah puas berkeliling Anda mencoba berehat sejenak di bangunan air terjun yangdisebut sebagai Puri Tirto Sari. Bangunan ini cukup unik bila dilihat dari luar, karena dari atas gedung mengalir air ke bawah layaknya air terjun.

Edukasi Anak-Anak

Sebagai sarana pendidikan, Mekarsari juga menyediakan fasilitas belajar menanam bagi anak-anak. Dalam program ini disediakan pot, media tanam, alat-alat menanam, dan pohon yang akan ditanam kepada setiap anak. Mereka akan diajarkan bagaimana pohon yang ada di kantong tanam plastik (polybag) dipindahkan ke pot. Hasil pekerjaan mereka boleh dibawa pulang.

Dalam program pendidikan, di samping wisata petik buah, wisata mainan anak-anak, outbound sampai wisata pendidikan disediakan paket tur menanam, budidaya tanaman, tur berkebun. Bagi orang dewasa juga boleh berpartisipasi.

Bagi pengunjung yang tertarik membeli tanaman hasil budidaya tanaman buah maupun bunga, silahkan membelinya di Garden Center. Di sana tersedia tanaman hias, bibit, media tanam, pupuk, dan juga tanaman buah dalam pot.

Jika waktu sehari masih dirasa kurang, dan terutama untuk pendidikan anak-anak, silahkan menginap di vila yang tersedia. Pagi hari anak-anak bisa mengikuti program bercocok-tanam.

Untuk mengetahui program kegiatan silah cek website: http://www.mekarsari.com/ yang menyediakan semua informasi yang Anda perlukan.

Jakarta, 29 Maret 2011

Wednesday, March 9, 2011

Menyusuri Jejak Bangsa Tartar (3)

DALAM tulisan sebelumnya saya menggambarkan keberadaan Islam di Polandia. Meski minoritas, hanya sekitar 30 ribu penganutnya di Polandia tetapi masa lalu telah mengguratkan peranan Islam yang berada di mainstream sejarah kontemporer Polandia.

Di antara jumlah itu, terdapat komunitas kecil sejumlah antara 3000-5000 kini yang merupakan keturunan dari cikal-bakal penduduk Muslim di Polandia. Mereka telah berdiam di sana sejak 600 tahun yang lalu.

Merekalah orang-orang Tartar Muslim. Orang-orang Tartar itu, sebagai perajurit Mongolia, telah berada di Eropa Tengah ini sejak abad ke-13, namun tanpa bekas. Baru pada abad ke-14 mereka menetap di sini sebagai tentara bayaran.

Bukan merceneries, bertempur membela yang bayar. Tetapi karena pada dasarnya mereka warriors. Belakangan karena keahlian berperang, banyak raja-raja yang memerlukan jasa mereka. Secara fungsional mereka menjadi tentara bayaran.

Menurut sejarah, pembayaran tidak mesti dilakukan di muka. Sesuai perjanjian, mereka akan memperoleh bagian dari hasil peperangan. Tentu jika sang raja menang. Jika kalah, orang-orang Tartar ini juga terbunuh. Jika menang, mereka diberikan kampung, atau hak untuk ‘menjarah kota, dan bahkan mengambil anak-anak gadis negeri yang dialahkan. Ini sesuai perjanjian dan disetujui oleh raja.

Perajurit gagah berani dari Asia Tengah itu berkali-kali bertempur membela negeri mereka, termasuk dalam the Battle of Grunwald yang tersohor itu, pertempuran melawan kerajaan Kristen Jerman Teutonic Order pada musim panas tahun 1410.

Akibat jasa-jasa mereka, Raja Polandia-Lithuania memberikan pemukiman bagi perajurit gagah berani Muslim di wilayah timur Polandia dan sebagian di Lithuania sekarang.

Mereka juga ambil bagian dalam sejarah Polandia, ketika negeri itu hilang 123 tahun dari peta politik Eropa itu. Ini yang menjelaskan, mengapa di negeri tempat kelahiran Paus Johanes Paulus II yang legendaris itu, pemuka Islam Tartar selalu diberi gelar kebangsawanan.

Pengarang Polandia terkenal penerima Nobel 1995 yang menulis novel Quo Vadis: A Narrative of the Time of Nero , bernama Henryk Sienkiewicz, juga keturunan Tartar. Melalui karya emas itu Henryk menjadi orang pertama kali yang memperkenalkan kata “quo vadis?” ,artinya ‘hendak ke mana?’. Dia juga bergelar bangsawan.

Napak-Tilas

HATTA, ketika kami menutup rangkaian perjalanan tiga hari Roadshow Budaya Indonesia, di Bialystok, pada bulan Maret 2010 yang lalu, saya mengajak seluruh rombongan KBRI Warsawa, termasuk ibu-ibu DWP untuk napak-tilas menelusuri peninggalan sejarah bangsa Tartar di Polandia.

Kota Białystok adalah salah satu kota bersejarah di wilayah Timur Polandia, di sini komunitas Islam asli etnis Tartar ini menetap sejak 300 tahun yang lalu. Masyarakat Muslim di kota itu adalah keturunan pejuang Tartar yang dikenal pemberani saat berperang melawan Kerajaan Teutonik dalam pertempuran Grunwald di Malbork, utara Polandia pada tahun 1410.

Sejak kedatangan mereka melalui Lithuania sekitar 600 tahun yang lalu, bangsa ini juga tidak pernah ketinggalan dalam sejarah perjuangan bangsa Polandia merebut kemerdekaan bahkan bersama serdadu Poladia, pasukan militer bangsa Tartar aktif berperang antara lain dalam : “The Kosciusko Uprising “(1795), “the Confederation of Bar” (1768). Mereka juga turut berperang dalam pasukan Napoleon antara tahun 1812- 1814.

Kota Białystok menyimpan dengan baik semua khazanah masa-lalu yang cemerlang itu. Tidak jauh dari kota ini kita menjenguk kota Bohoniki. Di sini terdapat mesjid tua, yang disebut Mesjid Bohoniki.

Mesjid di wilayah Pedesaan Polandia Timur ini, mempunyai ciri khas berdinding kayu yang dibangun ditengah hamparan ladang gandum yang luas. Bohoniki ini merupakan satu dari dua pemukiman asli Tartar yang tersisa selain pemukiman di Kruszyniany.

Pemandangan bangunan masjid berdiri megah ditengah hamparan kuning ladang gandum sangat indah dinikmati di musim panas. Sayang pemadangan serupa tidak dapat kami temukan pada musim dingin.

Di Bohoniki kami juga sempat mengunjungi Mizar – “The Muslim Cemetery” satu dari tiga “Muslim Cemeteries” yang masih bisa di temukan di Polandia.

Selama menjadi Negara Komunis, praktis kehidupan keislaman di Polandia hampir punah. Untungnya, pada saat reformasi setelah runtuhnya Tembok Berlin masih terdapat orang-orang tua yang tetap memelihara keislaman maupun tradisi Tartar sendiri.

Karena itu, tidak heran pekuburan Muslim pada era komunisme pun dibuat seperti pekuburan Keristen, dengan marmer tertutup. Sekarang tradisi lama mulai dipulihkan, dan pekuburan pun menyesuaikan diri sesuai dengan ajaran Islam.

Jangan heran, jika Anda berkunjung ke tempat ini banyak peziarah memasang lilin di atas pekuburan itu. Mereka telah lupa tradisi lama, dan mengikut saja pada tradisi masyarakat setempat yang beragama Katolik.

Mesjid Kruszyniany

Daerah ini termasuk tempat pemukiman pertama bagi pejuang Tartar tatkala membantu Kerajaan Polandia-Lithuania menghadapi invasi dan pendudukan asing.

Menurut tour guide di sini, pasukan Tartar diberikan tanah yang cukup luas di Lithuania, yang menjadi tempat pemukiman lebih tua 600 tahun yang lalu, dan di wilayah Polandia sekarang sekitar 300 tahun yang lalu.

Mereka diberikan tanah karena Kerajaan tidak mampu membayar jasa mereka dalam memenangkan perang. Raja Polandia juga ingin memelihara loyalitas orang-orang Tartar yang terkenal gemar berperang dan sering berganti aliansi di masa-masa sebelumnya.

Mereka juga diberikan gelar bangsawan dan nama keluarga Polandia dan boleh menikahi gadis-gadis di sana. Maklum, semua orang-orang Tartar yang berperang dan melakukan ekspedisi ke Eropa adalah laki-laki.

Mesjid tertua di Kruszyniany dan pekuburan Muslim di sekitarnya merekam semua sejarah kehadiran bangsa Tartar di Polandia. Menurut keterangan pengurus, Masjid ini merupakan yang tertua di Polandia, didirikan oleh para pendatang bangsa Tartar yang menetap di daerah itu pada abad 17.

Mesjid ini berukuran relatif kecil , hanya memuat jamaah sekitar 50 orang, dan sekarang cukup aktif digunakan terutama bagi peziarah etnis Tartar yang kini bermukim di berbagai kota di Polandia dan di Lithuania maupun Belarus. Bulan Ramadhan adalah suasana yang paling meriah di mesjid dan di perkampungan ini.

Saya dan isteri menyempatkan diri untuk shalat di mesjid tua ini.

Sebagai obyek wisata masjid ini juga banyak dikunjungi oleh komunitas dalam dan luar negeri. Kami juga menyaksikan sendiri banyak turis lokal Polandia yang uniknya mereka berdoa secara Katolik, membuat tanda salib saat di dada, ketika memasuki masjid tersebut.

Bahkan, dalam salah satu kunjungannya ke propinsi Podlaskie ini, Paus Johanes Paulus II sempat menyerahkan medali penghargaan kepada Etnis Tartar. Penghargaan ini menggambarkan bahwa kedua agama monotheis : Islam dan Katholik dapat hidup berdampingan dengan damai di Polandia.

Kulinari Tartar

JIKA Anda berkunjung ke tempat ini jangan lupa mencoba hidangan Tartar. Seperti apa itu?

Jangan lupa mencoba kulinari asli Tartar di “Tartarska Jurta” sebuah restauran Agro Wisata yang menyajikan hidangan tradisional Tartar. Udara dingin dan salju yang turun cukup deras membuat kami kelaparan. Syukurlah begitu tiba di restaurant kami disambut dengan kue-kue dan secangkir teh atau kopi hangat beramu rempah kayu manis.

Nyonya Dzenneta Bogdanowicz yang menjadi manejer restauran dengan ramah menyambut kami dan langsung mempersilahkan kami menyantap “main course” berupa hidangan pastry dengan isi daging. Hidangan pertama mirip “Pâte feuilletée atau layered dough” dipadu dengan irisan daging. Pada course kedua, dihadirkan pastry berisikan tumisan kentang dan daging. Bentuk dan isinya mirip dengan pastel di Indonesia.

Yang unik pada acara santap siang ala Tartar ini adalah sup yang biasanya menjadi menu pembuka justru dihidangkan setelah “main course”. Kami berpikir ada benarnya juga disajikan terbalik, sebab sup dumpling disajikan dalam porsi lumayan besar. Mungkin bila sup disajikan sebagai menu pembuka, tentu kami tidak akan sanggup menyantap hidangan main course berikutnya.

Sebagai dessert, cobalah kue beraroma tape singkong. Apalagi jika disajikan hangat-hangat, dari oven. Meski perut telah kenyang namun bau yang harum kue ini tidak tertanggungkan. Rugi rasanya bila tidak mencoba.

“I feel at home”, ujar saya kepada Mufti Miskiewicz ketika dia bertanya kesan saya berkunjung ke basis perjuangan suku Tartar dengan masyarakatnya yang sangat ramah itu.

Jika Anda berkunjung ke Polandia, jangan lupa napak-tilas ke perkampungan tua Muslim di Białystok.

Jakarta, 10 Maret 2011

Monday, March 7, 2011

Diplomasi Kulinari di Pemukiman Muslim Pertama di Polandia (2)

DIPLOMASI di era reformasi bukan hanya domain Pemerintah belaka. Semua pihak, politisi, parlemen, pengusaha, LSM dan bahkan kaum wanita Indonesia di luar negeri diundang berperan.

Maka saya mengajak ibu-di lingkungan KBRI Warsawa untuk berperan ‘menjual’ Indonesia pada saat kami mengadakan acara Indonesian Days yang bertajuk “Indonesia : The Emerald of The East” di Kota Białystok, sebuah kota yang terletak kurang lebih 180 km sebelah Timur kota Warsawa, pada 12-14 Maret 2010. ‘Barang dagangan” tidak lain adalah acara cooking-demo dan food-tasting.

Ini menjadi bagian dari acara utama, yakni 2 presentasi saya tentang potensi ekonomi Indonesia dan tentang keragaman budayanya. Kami juga menyelenggarakan pameran foto nusantara, pagelaran musik gamelan dan tarian tradisional.

Tak lengkap jika kulinari tidak ditampilkan. Katanya, seni kulinari juga menunjukkan budaya bangsa. Dan, mintalah ahlinya berkompeten yang tidak lain adalah para ibu-ibu. Mereka lebih dari sekadar pendamping suami yang bertugas di luar negeri. Mereka juga duta-duta bangsa. Klop!

Berbekal pengalaman kami pada berbagai acara cooking demo di kota-kota lain, persiapan kami dalam acara kali ini berjalan sangat efektif dipimpin langsung oleh Ketua DWP KBRI Warsawa Ibu Ade Pohan.

Berbagai bahan makanan mentah maupun makanan khas Indonesia siap saji telah dipersiapkan oleh ibu-ibu KBRI.

Para ibu-ibu KBRI tidak saja berpromosi budaya kulinari. Dalam keterbatasan peragawati, mereka juga ditampilkan pada acara budaya, dalam pakaian nasional berwarna-warni.


Demo Kulinari

Bukan rahasia lagi bila Nasi Goreng dan Sate Ayam selalu menjadi primadona, karena bahannya mudah didapat di Polandia, menu yang popular di Indonesia dan dianggap cukup mewakili cita rasa masakan Indonesia di Eropa.

Pada acara demo yang dihadiri sekitar 40 tamu undangan dari komunitas Muslim Etnis Tartar yang bermukim di Białystok dan sekitarnya, tidak dilepaskan begitu saja oleh media. Atraksi masak ini diliput oleh media cetak, TV dan radio setempat.

Di penghujung acara demo, para tamu undangan diajak untuk mencicipi hidangan santap siang makanan khas Indonesia Nasi Goreng, Sate Ayam dilengkapi dengan Krupuk Udang dan Acar Timun.

Tampak masyarakat Byalistok sangat antusias mengikuti demonstrasi memasak, serta menikmati hasilnya. Menurut pengunjung, ternyata masakan Indonesia gampang menyiapkannya dan mudah memperoleh bahan-bahannya yang juga tidak mahal.

Tidak tanggung-tanggung. Para ibu-ibu KBRI Warsawa juga telah menerbitkan buku resep kulinari Indonesia yang sederhana, tetapi memuat puluhan menu. Tidak hanya resep yang dibuat dalam bahasa Polandia, buku ini juga bercerita tentang bahan-bahan makanan yang ada di Polandia, sekiranya bahan asli seperti di Indonesia sulit diperoleh. Yang penting, rasanya sama!


Pentas Budaya

Pentas Budaya Indonesia digelar pada malam harinya bertempat di Gedung Pusat Budaya Bialystok, yang dikenal warga kota sebagai Wojewodzki Osrodek Animacji Kultury (Spodski) w Białystok.

Ibu-ibu yang kesehariannya tergabung dalam Dharma Wanita Persatuan KBRI Warsawa tampil mengenakan “busana nusantara” yang memadukan kain Bali dengan kombinasi “blouse” sebagai pengganti kebaya. Tak ayal kehadiran ibu-ibu dengan berbalut kain Bali dalam paduan blouse semi modern menjadi pusat perhatian pengunjung. Beberapa pertanyaan-pun meluncur seputar kain yang dipakai. Mereka juga mampu menjelaskan dengan baik.

“Bagaimana Ibu mengikat kain ini?” begitu pertanyaan seorang pengunjung dalam bahasa Polandia sambil mengagumi indahnya kain Bali.

Mengawali acara pentas budaya tersebut saya mendapat kehormatan menyampaikan presentasi tentang keragaman budaya Indonesia dan dilanjutkan dengan pertunjukan musik gamelan oleh Warsaw Gamelan Group. Gending gamelan mulai dari gending klasik hingga gending kontemporer karya dalang Ki Narto Sabdo banyak dimainkan. Salah satunya Gending Kereta Api atau “Pociag” [baca: pocyong]dalam bahasa Polandia terutama banyak mendapat “applaus” pengunjung. Ritme yang khas dengan perpaduan suara seruling terasa pas menggambarkan suara peluit kereta api.

Tarian Jawa klasik “Gambyong Pare Anom” serta Tari Kreasi Baru “Jaipong” karya Bagong Kusudiharjo dengan iringan music live gamelan dan tari Panji Semirang dari Bali dipersembahkan membuktikan seni budaya unik Indonesia yang dikenal sebagai negeri berpenduduk terbanyak Muslim di dunia. Kami ingin mengatakan, Indonesia adalah masyarakat yang toleran dan relijius.

Ibu-ibu KBRI juga berperan dalam menyiapkan kue-kue khas Indonesia, Risoles dan Putu Ayu yang dinikmati pengunjung pada acara rehat.

Di penghujung acara mereka menyempatkan berfoto bersama, mengabadikan penampilan cantik para peragawati dadakan dengan kain Bali, yang tidak lain adalah para ibu-ibu KBRI. Sesaat kemudian beberapa tamu bahkan tertarik untuk turut berfoto bersama.

Jakarta, 8 Maret 2011

Sunday, February 27, 2011

Indonesia dan Reformasi

MESKI sulit menumbangkan rejim Orde Baru yang berkutat selama 32 tahun, namun success story telah menghantarkan Indonesia ke dalam suasana terbuka yang melegakan dada.

Tetapi jangan dulu berpuas. Setelah melakukan reformasi dasar di dalam negeri, pada saat bersamaan Indonesia pun mulai tampil berperan di tingkat regional bahkan potensial di tingkat global. Ini kewajiban konstitusi.

Reformasi juga membawa ‘penumpang gelap’, yakni unrest di dalam negeri. Ini inti pesan majalah terkemuka Economist kepada kita. Majalah bergengsi ini menurunkan analisis tentang “Indonesia and its place in the world” dalam artikel berjudul “Feet of clay: Religious intolerance at home thwarts ambitions abroad”, edisi 17 Februari 2011.

Di tengah-tengah berita gembira bahwa GDP Indonesia mencapai prestasi tertinggi, 6,9% y-o-y di kuartal akhir 2010 memang menimbulkan optimisme bahwa target GDP 7% pada akhir pemerintahan Presiden SBY di tahun 2014 akan tercapai. Bahkan, Menko Perekoniomian Hatta Rajasa memperkirakan dalam tahun 2015 Indonesia akan menjadi kekuatan 10 ekonomi dunia.

Tetapi awas! Peristiwa kekerasan yang menimpa Jamaah Ahmadiyah secara beruntun dengan berbagai kekerasan bertema agama mulai mengancam Indonesia. Ada kelompok-kelompok agama yang mencoba mendiktekan tujuan mereka kepada kita.

Ketika 1500 orang menyerbu desa Ahmadiyah yang menjatuhkan 3 korban jiwa dan disusul dengan pengrusakan gereja di Temanggung, seolah-olah terjadi pembiaran oleh negara. Penegak hukum tampak bingung.

Indonesia juga dipermalukan di panggung internasional ketika video yang merekam peristiwa naas 7 Februari 2011 itu diungguh masyarakat internasional melalui YouTube. Kita dan masyarakat internasional dipaksa untuk menyaksikan peristiwa mengerikan itu.

Indonesia seakan-akan dipaksa untuk kembali ke situasi represif! Juga peristiwa penganiayaan masyarakat di Papua oleh perajurit TNI mencoreng wajah kita. Seolah-olah reformasi TNI dalam kerangka demokratisasi belum jalan.

Sebenarnya TNI telah melakukan transformasi luar biasa seperti tidak terbayangkan akan diikuti di banyak negara, seperti Mesir, Filipina, bahkan Thailand! Di negeri-negeri ini ‘budaya milter’ sangat kuat berakar. Perubahan memang terjadi, tetapi kurang fundamental.

Economist menyimpulkan kegairahan ekonomi dibarengi kejahatan atas nama agama menjadi bukti semakin meluasnya disparitas antara ambisi global Indonesia dengan masalah di dalam negeri. Benar.

Negara terbesar dari segi ekonomi, luas, jumlah penduduk di Asia Tenggara yang telah memproklamirkan diri menjadi demokrasi terbesar ke-3 dunia dan memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia itu perlu merapikan rumah-tangganya jika ingin bermain di tataran global.

Banyak harapan, ketika Indonesia menjabat ketua ASEAN maka organisasi sub-regional ini akan maju pesat.

Di dalam era informasi peristiwa lokal bisa menjadi perhatian global. Banyak contoh yang masih dalam ingatan kita. Salah satunya adalah peristiwa yang menimpa jamaah Ahmadiyah, perusakan gereja, tawuran massal antar-warga, bentrokan preman di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, demo yang berujung tewasnya Ketua DPRD Sumatra Utara, dan sebagainya.

Capaian-capaian bangsa kita dan diplomasi Indonesia yang unprecedented seakan pupus.

Ketika Indonesia pada tahun 2009 masuk ke dalam G 20 dan berpontensial, seperti diungkap Menko Perekonomian Hatta Rajasa, menjadi 10 kekuatan ekonomi dunia di tahun 2015 (4 tahun lagi!) pada saat bersamaan tampak kesadaran internasional kita keteteran.

Sebagai kekuatan demokrasi dunia, kita boleh berbangga telah mendirikan the Bali Democracy Forum. Pada saat bersamaan, di negeri kita masih banyak democratic deficit yang perlu dituntaskan, bilamana kita ingin meraih democratic dividends.

Memang jelas ada keterkaitan antara performance global dengan harapan di masyarakat agar keadaan semakin membaik. Ini tantangan bagi semua kita. Tidak hanya bagi Pemerintah.

Di kawasan kita Asia Pasifik, China dan India telah maju pesat. Jangan lupa, masalah-masalah fundamental di 2 negeri raksasa ini juga dahsyat. Sebagian besar masalah-masalah itu tidak hadir di negeri kita. Kita seyogianya lebih maju.
Di mata internasional, negeri kita dipandang memiliki advantage luar biasa. Tidak hanya dikenal secara klasik sebagai negeri yang kaya dengan mineral dan sumber daya-alam, jangan lupa kita juga memiliki kekuatan lain yakni di bidang sumberdaya manusia dan sumberdaya budaya!

Maka kita jangan lalai, mengambil kesempatan untuk maju terus ke depan.

Jakarta, 28 Pebruari 2011

Mengenal Masyarakat Muslim Tartar di Polandia (1)

ISLAM berada di mainstream sejarah kontemporer Polandia, berkat keberadaan Muslim Tartar sejak sejak 600 tahun silam. Perajurit gagah berani dari Asia Tengah itu berkali-kali bertempur membela negeri mereka, termasuk pertempuran the Battle of Grunwald yang tersohor itu, melawan kerajaan Kristen Jerman Teutonic Order pada musim panas tahun 1410.

Akibat jasa-jasa mereka, Raja Polandia-Lithuania memberikan pemukiman bagi perajurit gagah berani Muslim di wilayah timur Polandia dan sebagian di Lithuania sekarang.

Orang-orang Tartar, sebagai perajurit Mongolia, telah berada di Eropa Tengah ini sejak abad ke-13, namun tanpa bekas. Baru pada abad ke-14 mereka menetap di sini sebagai tentara bayaran. Keahlian mereka, kaum Muslim Tartar itu berperang membela yang bayar. Begitulah.

Mereka juga ambil bagian dalam sejarah Polandia, ketika negeri itu hilang 123 tahun dari peta politik Eropa itu. Tak banyak orang tahu itu.

Itulah sebabnya, mengapa di negeri tempat kelahiran Paus Johanes Paulus II yang legendaris itu, pemuka Islam Tartar selalu diberi gelar kebangsawanan. Maklum mereka berjasa besar bagi negeri itu. Fakta ini tidak banyak diketahui oleh rakyat Indonesia, negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia itu.

Salah satu keturunan Muslim Tartar adalah teman baik saya Tomasz Miskiewicz, yang kini menjadi Mufti (Pemuka Islam) di Polandia yang telah 2 kali berkunjung ke Indonesia.

Kami sering bertemu, dan saya selalu menganjurkannya untuk berkunjung ke Indoensia. Akhirnya dia memenuhi janjinya dating ke Indonesia pada bulan Maret 2011 yang lalu. Selama kunjungannya, dia bertemu dengan tokoh-tokoh Islam dan memberikan kuliah di depan mahasiswa IAIN maupun Universitas Muhammadyah.

Ketika bertugas di Republik Polandia, saya sering diundang hadir dalam acara-acara keislaman masyarakat Muslim Tartar di Byalistok, sebelah timur Polandia. Pertemuan kami di Warsawa dalam berbagai acara Ramadhan atau Idul Fitri di Istana Presiden Polandia semakin mengakrabkan persahabatan kami.

Sayangnya, Mufti hanya lancar berbahasa Polandia, Arab, atau Rusia. Dengan pengetahun bahasa Rusia terbatas saya berkomunikasi dengan beliau. Bila ingin berdiskusi mendalam, maka isterinya, Barbara, yang fasih berbahasa Inggeris selalu menjadi penerjemah.

Kunjungan Pertama

PERTAMA kali Mufti Tomasz Miskiewicz datang ke Indonesia pada bulan Maret 2010, memenuhi undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dia resminya menjabat pimpinan Polish Muslim Religious Association (MRA).

Tujuan awal kunjungannya berkaitan dengan keinginan bertukar-fikiran dalam rangka penerbitan sertifikat halal. Mufti adalah otoritas Polandia yang mengeluarkan sertifikat halal.

Mufti Tomasz Miskiewicz dalam kesempatan itu menyampaikan kuliah umum di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan mengadakan kunjungan kehormatan kepada Menteri Pertanian RI, serta bertemu dengan Sekjen Kementerian Agama. Mufti juga diundang dan hadir dalam acara di Yogyakarta, ditemani Dawid Martin, staf KBRI Warsawa yang bertindak selaku penerjemah.

Dalam pertemuan dengan Menteri Pertanian RI Ir.H.Suswono, Mufti menginformasikan sistem dan prosedur yang berlaku dalam penerbitan sertifikat halal bagi produk-produk makanan di Polandia. Mufti juga menyampaikan keinginan para pengusaha Polandia untuk meningkatkan ekspor Polandia ke Indonesia, terutama produk-produk makanan dan daging.

Menteri Pertanian RI menggarisbawahi pentingnya untuk membentuk kerjasama antara MRA Polandia dan MUI. Menurut Menteri Pertanian kerjasama itu dapat terwujud bila pihak Majelis Ulama Indonesia sudah memberikan jawaban resmi atas sertifikasi halal bagi Polandia.

Dalam pertemuan di Kementerian Agama, Mufti Tomasz Miskiewicz diterima oleh Sekretaris Jenderal, Bahrul Hayat, Ph.D yang mewakili Menteri Agama. Dalam pertemuan tersebut, Kementerian Agama menawarkan beasiswa bagi Muslim Polandia yang ingin menimba ilmu agama di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia. Mufti Tomasz menginformasikan tentang berbagai kegiatan dan perkembangan umat Islam di Polandia, khususnya di kalangan umat Islam Tartar.

Mufti Tomasz Miskiewicz juga bertemu dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia KH M. Sahal Mahfudz didampingi para anggota-anggota Dewan MUI, untuk membicarakan rencana kerjasama dalam penerbitan penerbitan sertifikat halal antara kedua negara.

Kuliah Umum

DALAM kuliah umum di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dihadiri para mahasiswa dan dosen (26/3), Mufti Tomasz Miskiewicz menyampaikan perkembangan dan situasi yang dihadapi umat Islam di Polandia dan pada umumnya di Eropa.

Sebelum menyampaikan kuliahnya, Mufti Tomasz Miskiewicz diterima oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A. Dalam pertemuan tersebut, Rektor menjelaskan berbagai informasi berkaitan dengan beasiswa untuk mahasiswa asing di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Menutup kunjungannya di Jakarta, Mufti Tomasz Miskiewicz mengadakan konferensi pers didampingi Dubes Polandia untuk Indonesia Tomasz Lukaszuk, terutama berkaitan dengan perkembangan umat Islam di Polandia sebagai negara berpenduduk mayoritas Katolik tersebut.

Kunjungan ke Yogyakarta

SEBELUM meninggalkan Indonesia, Mufti Polandia diundang untuk kunjungan ke Kantor Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta dan mengadakan pembicaraan dengan Ketua Muhammadiyah Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin. Kedua pihak bertukar informasi tentang kegiatan organisasi sosial keagamaan di negeri masing-masing. Dalam kunjungan tersebut, Mufti Polandia bertemu dengan Rektor dan para dosen Universitas Muhammdiyah Yogyakarta, dan selanjutnya mengunjungi Candi Prambanan.

Mufti juga berkunjung kembali ke Indonesia pada bulan April 2010, tidak lama setelah penulis menyelesaikan tugas di Polandia. Kami bertemu dalam acara makan malam atas undangan Kuasa Usaha a.i. Kedubes Polandia.

Tidak banyak catatan pada kunjungannya yang kedua, karena kedatangannya kali ini adalah untuk berbicara teknis megnenai pelaksanaan kerjasama dengan MUI di bidang penerbitan sertifikat halal. Polandia ingin memasuki pasar daging sapi Indonesia. Karena itu, sertifikat halal menjadi persyaratan pokok.

Dia berjanji akan datang lagi. Saya senang, meskipun tidak lagi berdiam di Polandia persahabatan kami tetap berlanjut.

Saya berharap, nantinya mahasiswa dari masyarakat Muslim Tartar Polandia dapat berpartisipasi dalam program Dharma Siswa dari Pemerintah RI. Ketika menawarkan beasiswa itu kepada Mufti saya sampaikan bahwa mahasiswa Polandia merupakan peserta terbanyak ke-2 dari seluruh dunia yang mengikuti program Dharma Siswa, lebih dari 50 orang dalam tahun 2010. Negeri ini hanya dikalahkan oleh jumlah peserta terbanyak peserta dari Thailand.

Keturunan Muslim tartar ini perlu mengenal saudara-saudara mereka yang tinggal di bumi Nusantara.

Jakarta, 28 Pebruari 2011