DALAM artikel sebelumnya “Menyongsong Pembentukan Komunitas ASEAN 2015” saya menyambut baik ratifikasi oleh keseluruhan 10 negara-anggota terhadap Piagam ASEAN (Charter ) yang telah menjadi another milestone terpenting dalam perkembangan ASEAN sebagai organisasi sub-regional di Asia Tenggara yang kini telah berusia 43 tahun.
Sejarah ASEAN adalah bagian dari pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif. Wilayah Asia Tenggara menjadi lingkaran paling strategis bagi Indonesia: kita mencegah Asteng menjadi staging ground untuk menggerogoti Indonesia, sekaligus menjadikannya sebagai platform untuk memperluas pelaksanaan politik luar negeri di lingkaran terdekat. Ini saya tulis dalam artikel kedua: Indonesia dan ASEAN.
Indonesia adalah pemimpin natural ASEAN. Tentu saja, setiap perkembangan dan kemajuan ASEAN perlu direlevankan dengan kemajuan di tanah air. Keberadaan ASEAN yang bermanfaat akan didukung oleh rakyat Indonesia.
Pembangunan ekonomi dan sosial di Indonesia dan negara-anggota ASEAN lainnya pada akhirnya akan memperkuat ketahanan nasional. Terciptanya ketahanan nasional yang kuat di masing-masing Negara pada gilirannya akan memperkuat ketahanan regional. Pemerkuatan struktur politik dan peranan regional ASEAN akan mendukung upaya kita dalam rangka memperkuat NKRI.
Karena itu, setiap kemajuan yang dicapai ASEAN harus disinkronkan untuk menjadi nilai-tambah bagi pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun ASEAN 2015 diharapkan akan bermanfaat bagi peningkatan kapasitas Indonesia di dalamnya.
Tulisan di bawah ini juga menjadi bagian (terakhir) dari sari ceramah yang disampaikan oleh penulis pada saat melakukan sosialisasi Komunitas ASEAN 2015 di Surabaya dan Solo pada bulan Mei dan Juni 2010.
ASEAN Unite!
Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh! Itu kata pepatah (wisdom) orang tua kita. Dalam perspektif kita ASEAN adalah Indonesia dan Indonesia adalah ASEAN, maka kata ‘kita’ di atas adalah keduanya: Indonesia dan ASEAN.
Sesuai visi para pemimpin ASEAN pada tahun 2015 wilayah Asia Tenggara akan menjadi kesatuan ekonomi: menjadi one single market and production base, ketika arus barang, jasa, modal, termasuk ketenagakerjaan. Intinya: kita menghapuskan ‘border’ di sektor-sektor ekonomi yang telah disepakati sehingga kita menjadi suatu kesatuan besar dalam berurusan dengan dunia luar.
Tahapan berlakunya (entry into force) Piagam ASEAN, menyerupai proses Eropa pada tahun 1993 yang setelah melampaui proses selama 42 tahun, dengan terbentuknya The European Coal and Steel Community (1951) dan penandatanganan Maastricht Treaty.
Wilayah Asia Tenggara yang menjadi satu kesatuan dengan ekonomi kawasan Asia Pasifik telah tumbuh menjadi kawasan yang paling dinamis di dunia. Kawasan ini telah menjadi economic powerhouse yang terkemuka.
Apabila negara-negara anggota ASEAN tidak mempersiapkan diri secara bersama dalam menghadapi kompetisi global, melalui pengintegrasian seluruh potensi yang dimilikinya maka kita akan kalah. Sebaliknya, tercapainya integrasi kawasan di dalam satu komunitas tunggal dengan derap langkah yang sama akan memperkokoh leverage kita di antara kekuatan ekonomi Asia Pasifik dan pada gilirannya secara bersama-sama bersaing dengan kelompok regional/sub regional lainnya.
ASEAN Charter : Satu Kesatuan Politis, Ekonomi, dan Sosial Budaya
LAHIRNYA Piagam ASEAN merupakan langkah strategis besar di dalam integrasi 10 negara kawasan untuk menjadikan Asia Tenggara satu kesatuan ekonomi, politis dan sosial budaya.
ASEAN Charter menjadi dasar hukum untuk integrasi sub-kawasan sebagai kesatuan yang dilandaskan dengan 3 pilarnya, yaitu (1) Komunitas Politik dan Keamanan, atau SPC, (2) Komunitas Ekonomi , atau EC, dan (3) Komunitas Sosial Budaya, atau SCC, guna menjamin tercapainya integrasi pada tahun 2015.
Pembentukan ketiga pilar yang berfungsi sebagai threshold menjadi prasyarat pembentukan komunitas untuk mengintegrasikan 10 negara ASEAN menjadi satu kesatuan politik, ekonomi dan sosial budaya.
Pembentukan komunitas politik dan keamanan, tentu tidak bisa dipandang enteng karena menjadi bagian penting dengan implikasi politis yang strategis, seperti perkembangan Uni Eropa sekarang ini. Komunitas politis dan keamanan berfungsi menjadi perekat utama bagi integrasi 10 negara kawasan Asteng itu.
Pemikiran ke arah penyatuan komunitas politik di Asia Tenggara sebenarnya telah berlangsung jauh sejak berakhirnya Perang Dunia II, meskipun latar belakang Perang Dingin menjadi faktor yang malah memisahkan kawasan ke dalam 2 kubu yang bertolak-belakang.
Demikian pula pembentukan komunitas sosial budaya, ASEAN menyadari pentingnya solidaritas dan identitas yang sama bagi rakyat-rakyat di kawasan, serta komitmen bersama untuk menatap masa depan di dunia yang kian ketat mengalami kompetisi di era globalisasi. Ini penting untuk tecapainya satu identitas kita yang unik, agar gampang diingat dan membedakan kita dengan entitas lainnya di dalam pergaulan antar-bangsa dan kawasan.
Terbentuknya komunitas ASEAN melalui Asian Charter telah pula menggiring pendekatan baru ASEAN yang semula berfungsi sebagai forum wacana dan negosiasi antar-pemerintah, kini berubah menjadi wadah organisasi yang menggerakkan proses integrasinya. ASEAN pada tahapan kini harus dapat dirasakan langsung oleh 590 juta rakyat . ASEAN harus bermanfaat langsung, demikian retorika para pemimpin kita.
Proses ini sama dengan ketika negara-negara di Eropa menyepakati Maastricht Treaty (1993), dan ASEAN telah menjadi badan hukum, entitas yang dilandaskan aturan main yang berdasarkan hukum yang meletakkan kedudukan sama bagi semua anggotanya (equal footing). Kedudukan sebagai badan hukum telah menjadikan kedudukan ASEAN seperti European Community atau PBB.
Kawasan Asia Tenggara khususnya dan Asia Pasifik umumnya kaya dengan potensi konflik, sebagai warisan dari Perang Dunia II. Bahkan jika diteliti konflik-konflik atau anomisiti ini berasal dari sejarah ribuan tahun yang lalu. Oleh karena itu, bilamana kita berbicara untuk pembentukan satu kesatuan komunitas yang kokoh maka diperlukan adanya suatu mekanisme untuk penyelesaian sengketa (dispute) itu.
Syukurlah, ASEAN Charter telah mengatur kaidah umum untuk penyelesaiannya melalui mediasi, negosiasi, atau cara-cara damai sebagaimana dianut oleh Piagam PBB. Tentu saja, pengaturan teknis akan diperlukan supaya tercipta suatu mekanisme yang menjamin diperolehnya system yang terpercaya (credible) adil (just) , terbuka (open) dan efektif.
Bobot Charter juga terdapat dalam menegaskan nilai-nilai demokrasi, HAM, sustainable development, good governance, dan poverty eradication, nilai-nilai yang dianut dunia kini ke dalam code of conduct kita.
ASEAN mempunyai tradisi pendekatan komprehensif, yang tidak hanya menekankan perlunya pembentukan pasar tunggal dari segi ekonomi semata, tetapi perlu juga memperhatikan penyatuan aspek sosial budaya, agar masyarakat memiliki ownership terhadap proses ASEAN itu sendiri. Oleh karena itu, adalah menjadi kepentingan kita bersama agar semua proses dan penahapan dalam pembentukan 3 pilar berjalan seiring dan pada akhirnya pada tahun 2015 Komunitas ASEAN dapat terwujud.
Untuk penguatan nilai-nilai sosial budaya, ASEAN menekankan pentingnya pemajuan HAM, demokrasi, good governance, lingkungan hidup, penanganan bencana manusia dan alam, pelintas-batas, dan penanggulangan kejahatan terorganisir. Di samping itu, dirasakan penting akses untuk human development, penyusunan strategi untuk pembangunan berkelanjutan, program pengentasan kemiskinan, kerjasama pendidikan, pemberdayaan wanita dan anak dalam kerangka memperkecil jurang pembangunan yang masih cukup besar di antara negara-negara anggota ASEAN.
ASEAN 2015: Perspektif Ekonomi
PENYATUAN seluruh Negara kawasan menjadi suatu komunitas ekonomi merupakan tema yang paling sering dibahas. Hal ini wajar karena tanpa keberhasilan membangun kekuatan ekonominya maka ASEAN akan kehilangan relevansi dan manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat-rakyat di Asia Tenggara.
Menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai kesatuan pasar dan basis produksi berarti menjamin lancarnya arus barang, modal dan tenaga kerja menjadi tujuan utama penyatuan ekonomi ASEAN. Ini yang menjadi isu utama dan perhatian bagi rakyat terutama kalangan usahawan. Ini merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi semua Negara dan Sekretariat ASEAN sebagai focal point.
Tidak perlu ada kekhawatiran untuk tercapainya komunitas ekonomi ASEAN tahun 2015 pada saat Asia Tenggara menjadi wilayah ekonomi terbuka yang terintegrasi erat dengan ekonomi dunia sebenarnya bukan mengubah kebijakan nasional. Indonesia telah menjadi anggota WTO yang juga terikat dengan berbagai peraturan multilateral di bidang perdangangan, jasa, dan investasi seperti dianut oleh WTO. Semua peraturan ekonomi ASEAN juga mengacu pada WTO.
Secara nasional, kita berkewajiban untuk mendukung keterbukaan ekonomi ASEAN, melalui pertumbuhan ekonomi yang seimbang, dalam rangka mengejar ketertinggalan (development gap) agar menjadi kawasan yang memiliki daya-saing di percaturan ekonomi global.
ASEAN telah menyepakati 12 bidang prioritas yakni, agro industry, otomotif, elektronik, perikanan, karet, tekstil, kayu, air travel, ICT, kesehatan, pariwisata dan jasa logistics (pergudangan).
Indonesia memiliki berbagai keunggulan komparatif maupun kompetitif di dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, keterbukaan Negara-negara ASEAN di bidang-bidang yang telah disepakati perlu dimanfaatkan dengan baik. Pada saat bersamaan, berbagai tantangan yang ada di dalam negeri perlu diatasi. Tanpa kemauan politik dari semua pemangku kepentingan: Pemerintah, pengusaha, dan masyarakat sulit bagi kita untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian.
Masing-masing negara-anggota ASEAN memiliki pekerjaan rumah, yakni mengimplementasikan action plan di semua lini yang telah disepakati untuk diselaraskan dengan cetak biru pembangunan nasional di masing-masing negara.
Oleh karena itu, sosialisasi untuk pemahaman bagi masyarakat umum juga perlu dibarengi dengan sosialisasi bagi para pelaku ekonomi, untuk ambil-bagian dalam proses dan menyampaikan usulan-usulan yang akan dipertimbangkan oleh Pemerintah Indonesia di dalam proses pengambilan keputusan yang akan berlaku bagi semua negara anggota ASEAN.
Penutup
Melalui pengesahan ASEAN Charter, maka kedudukan Ibukota RI Jakarta meningkat menjadi ibukota ASEAN, seperti kota metropolitan New York atau Geneva sebagai ibukota PBB, maupun Brussels sebagai ibukota UE dan NATO.
Keputusan politis ini membanggakan bagi rakyat Indonesia. Namun, di pihak lain masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan dalam menjadikan Jakarta sebagai kota internasional dan showcase bagi kita untuk menunjukkan potensi nasional yang dimiliki.
Rakyat ASEAN ingin hidup esok menjadi lebih baik, dengan motto: one vision, one identity, one community, insya Allah dapat diwujudkan dalam 2015!
Jakarta, 8 Oktober 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Sudah siap kah Bangsa Indonesia
ReplyDeletemohon ijin nge share
ReplyDelete