KEMARIN, tanggal 11.01.11 menjadi hari istimewa. Tentu bukan untuk membuat gerakan politik menyambut 2014. Bagi saya, malam itu membuktikan generasi hibrida telah lahir. Ini jauh lebih luhur dan konkrit daripada sekadar mendengarkan orang-orang gagal yang ingin menggurui kita dalam politik nasional. Dan, menurut saya event malam itu bernilai strategis sebagai sumbangan yang konkrit untuk bangsa!
Saya mendapat undangan dari Ir Sri Setiowati Seiful dari Surya Institute, beberapa hari menjelang acara pada malam itu: peluncuran program GIPIKA (Gerakan Ibu Pandai matematIKA) yang diprakarsai oleh Prof Yohanes Surya, tokoh yg sering mengirim dan memenangkan pelajar-pelajar terbaik kita dlm olimpiade fisika tingkat dunia.
Karena upaya Surya Institute bernilai strategis dan relevan, saya memang telah menyatakan komitmen bahwa saya ingin berkontribusi untuk untuk mendukung lahirnya generasi hibrida, sesuai kapasitas saya yang terbatas, sesuai visi dari lembaga pencetak bintang olimpiade sains kita.
Pada waktu diundang makan siang oleh Prof Yohanes Surya pada tanggal 18 Nopember 2010 di Hotel Niko, program baru yang strategis ini telah saya dengar dari Ir. Sri Setiowati Seiful. Tetapi gagasan ini tidak kami diskusikan, karena pada saat itu Surya Institute sedang mempersiapkan penyelenggaraan Olimpiade Astronomi di Tolikara, Papua. Tulisan seri ke-3 tentang generasi hibrida akan saya turunkan dengan judul “The Spirit of Tolihara” selanjutnya.
Dalam acara yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya itu hadir Ibu Herawati Boediono, isteri Wakil Presiden, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Hak Anak Linda Gumelar, dan tentu saja Profesor Yohanes Surya dan Ir Sri Setiowati Seiful dari the Surya Institute.
Saya datang lebih awal, karena memang lalu lintas di Jakarta sangat tidak predictable. Saya duduk di antara saudara-saudara kita dari Papua. Tampaknya mereka dari kalangan pendidik. Saya mendengarkan obrolan mereka yang menimbulkan empati. Para pendidik dari Papua itu optimis dalam waktu 20 tahun dari sekarang potensi SDM di papua akan bangkit.
Apa Itu Gipika?
PROGRAM yang diberi nama GIPIKA memang ditujukan kepada ibu-ibu rumah tangga. Prof Yohanes memiliki alasan sederhana kenapa mengapa GIPIKA menarget para ibu rumah tangga? Dia mengobservasi secara nasional terdapat keengganan atau bahkan ketakutan anak-anak belajar sains, terutama matematika. Oleh karena itu, yang pertama perlu dilakukan adalah mendekatkan matematika kepada ibu rumah-tangga, dan selanjutnya biarlah mereka menyampaikan pesan itu kepada anak-anak.
Kemajuan di bidang matematika, ibu dari ilmu pasti itu, akan mendorong kemajuan di fisika, biologi yang menjadi cabang-cabang sains, demikian Profesor Yohanes Surya.
Pelibatan ibu-ibu rumahtangga dalam program GIPIKA juga strategis untuk mengatasi kekurangan guru matematik terutama di daerah-daerah pedalaman, seperti di Papua dan kawasan Indonesia Timur lainnya. Menurut saya, defisit guru matematik itu nasional juga dialami di daerah-daerah Indonesia barat.
Mendidik guru bersertifikat memerlukan waktu lama, apalagi proses birokrasi juga tidak sederhana. Melatih ibu-ibu rumahtangga untuk mengajarkan anak-anak matematika itu strategis, yakni mendekatkan ilmu hitung itu langsung ke telaganya, bagaimana membuat anak-anak senang dan menjadikan matematika bukan pelajaran yang menakutkan. Saya dan teman-teman menjadi bosan dulu di SD dan SMP karena metoda pengajaran matematika yang membuat enggan, malas dan tidak relevan.
Prof Yohanes Surya malam itu ingin membuktikan : pelajaran matematika itu mudah dan menyenangkan bilamana dilakukan oleh orang yang tepat dan dengan metoda yang tepat pula. Ibu rumah-tangga menjadi sasaran strategisnya.
Untuk itu Prof Yohanes Surya menciptakan paket pelajaran matematika sederhana yang disebutnya sebagai metoda “GASING”, yakni metoda yang GAmpang, aSyik dan menyenaNGkan.
Dalam presentasinya malam itu, Prof Yohanes Surya membuktikan tidak ada anak yang bodoh! Dia berkeliling ke daerah pedalaman Papua, dan bertemu dengan tokoh yang sangat instrumental untuk menjangkau anak-anak di Papua. Tokoh itu adalah John Tabo, mantan Bupati Tolikara yang mau mengorbankan apa saja untuk mendukung kemajuan pendidikan anak-anak di kabupatennya. John Tabo juga hadir malam itu untuk menerima award khusus dari Surya Institute.
Pada malam itu Prof Yohanes Surya juga melantik 20 instruktur GIPIKA dari berbagai provinsi yang ditugasi melatih para instruktur untuk menjangkau ibu-ibu dari berbaGai lapisan, termasuk anak-anak usia sekolah dari kalangan rakyat kecil di daerah terpencil dan miskin.
Laskar Pelangi
ACARA malam itu berkembang meriah. Salah satu acara utama ialah ketika Prof Yohanes mengadakan kuis seperti cerdas cermat spserti di TVRI dulu, khusus pelajaran berhitung. Pesertanya semua anak-didik dari Papua yang berasal dari daerah sederhana dan tertinggal!
Malam itu, 6 siswa berbagai usia tingkat SD tampil ke pentas dan mampu menjawab seluruh soal-soal matematika yang diajukan in promptu (soal-soal dibuat lisan, langsung) oleh Prof Yohanes Surya. Dan dengan benar pula. Padahal soal-soal yang diujikan juga menjangkau pelajaran matematika tingkat SMP maupun SMA! Bagaimana bisa?
“Saya kalah cepat, saya masih berhitung tetapi anak-anak telah menghasilkan jawaban mereka”, kata Ibu Herawati Boediono terharu. Soal-soal yang diberikan itu dari yang sederhana: menambah, mengurang, mengali, maupun membagi sampai perhitungan yang rumit dengan rumus-rumus aljabar! Kami orang-orang tua yang hadir ‘penong’ menghadapi soal-soal matematika itu!
Sukses dan mendapat aplus meriah! Malam itu pula Prof Yohanes Surya mengumumkan dia sedang mempersiapkan 20 anak-anak Papua untuk mewakili Indonesia di berbagai olimpiade sains internasional. Tidak main-main!
Anak-anak dari daerah pegunungan di Papua itu diminta oleh Prof Yohanes Surya untuk dididik di Karawaci selama 6 bulan, atas dukungan biaya yang disediakan dari dana APBD oleh sang bupati, John Tabo.
“Tadinya, anak-anak itu tidak mampu memecahkan soal-soal berhitung yang sederhana sekalipun!”, kata Prof. Yohanes.
Anak-anak kecil Papua itu bak Laskar Pelangi, kini ceria memainkan angka-angka tanpa kehilangan dunia mereka yang indah, dan mereka telah berani mengutarakan cita-cita dan impian mereaka. Dengan penguasaan matematika yang masih ‘menakutkan’ siswa kita, mereka kini menjadi pede, karena dipandang cerdas di lingkungan mereka, demikian Profesor Yohanes.
Merekalah anak-anak kita yang telah mempunyai mimpi menguasai dunia dengan matematika, seperti tokoh Lintang dalam Laskar Pelangi itu.
Tulang Punggung Masa Depan Bangsa
PROFESOR Yohanes Surya bercita-cita dalam waktu 20 tahun ingin mencetak 30 puluh ribu doktor dalam bidang matematika. Saya yakin itu, karena kita memiliki puluh jutaan anak-anak sekolah. Kuncinya adalah bagaimana menjadikan GIPIKA sebagai gerakan massal pada tingkat akar-rumput.
Jutaan anak usia sekolah kita akan ‘menggoyang’ dunia!
Program ini merupakan wujud dari obsesi Surya Institute untuk menjangkau sebanyak-banyaknya anak didik usia sekolah, melalui ibu-ibu rumahtangga. Sebeklum membekali ibu-ibu rumah tangga, dibuat pula paket pelatihan untuk trainers, tanpa memungut biaya! Dia paham, mengirim anak-anak kursus seperti di bimbingan belajar atau Kumon itu memerlukan biaya besar, dan hanya terjangkau oleh lapisan kecil masyarakat kita. Maka program ini memiliki daya-tarik yang luar biasa.
Peningkatan penguasaan sains di kalangan pelajar kita yang telah dibuktikan berkali-kali menjadi juara dunia telah membuka mata dunia potensi SDM yang kita miliki. Tidak tertutup, suatu ketika putra dan putri Indonesia akan mencengangkan dunia dengan memenangkan hadiah Nobel!
Penguasaan sains juga menjadi tulang punggung kebangkitan teknologi dan perindustrian nasional. Jadi, strategis untuk membangun ekonomi bangsa, begitu kata Profesor Yohanes. Kita yakin itu.
Dia ingin melibatkan seluruh gerakan akar rumput kaum ibu di berbagai pelosok tanah air. Oleh karena itu, dia ingin menggandeng PKK di tingkat RT RW dan berbagai organisasi kaum wanita lainnya.
Siapa Profesor Yohanes Surya?
PROFESOR Yohanes Surya anak Jakarta kelahiran 1963 lulusan fisika pada UI tahun 1986, dan meneruskan S-3 dengan hasil cum laude dari College of William and Mary, Virginia, USA (1994). Beliau mulai terlibat melatih tim olimpiade kita sejak tahun 1993.
Sekembali ke Indonesia di tahun 1995, Prof Yohanes telah mendidik ribuan guru sains kita. Pengalaman itu yang mendorong dia untuk melahirkan GIPIKA. Dia mengharapkan program GIPIKA mendapat dukungan dari Pemerintah Indonesia, dalam menyebarkan ‘virus’ matematika sampai ke pedalaman untuk menjangkau anak-anak Indonesia.
Beliau menerbitkan puluhan karya untujk pendidikan matematika, masih aktif sebagai ketua Dewan Pembina Surya Institute, juga masih mengajar di berbagai perguruan tinggi, di samping tugas-tugas sebagai representative Indonesia di berabgai lembaga kompetisi sains pelajar di tingkat dunia, seperti International Conference of Young Scientist (ICYAS), dan di berabgai lembaga-lembaga sejenis lainnya di Asia.
Surya Institute didirikan oleh Prof Yohanes Surya pada tahun 2006, guna mengefektifkan misi mulia yang diembannya. Inisiatif dan upaya ini sangat instrumental membina fisikawan muda sejak beliau kembali ke indonesia thn 1995, dan menampatkan Indonesia di dalam peta kekuatan sains di tingkat dunia.
Langkah awal pada jalur yang benar telah diluncurkan Prof Yohanes Surya. Patut mendapat perhatian besar dari kita semua, dan tentunya dukungan, karena sebagai aktifis di bidang pendidikan fundamental ini materi bukan menjadi obsesi beliau.
Dan untuk menjadi gerakan masif diperlukan dana yang memadai. Termasuk sumbangan para donatur yang peduli.
Mungkin, metoda yang non-konvensional ini hanya memerlukan sepercik dana APBN yang sesuai Konstitusi telah berjumlah 20% dari keseluruhan biaya pembangunan nasional. Program-program sejenis harus kita dukung bersama.
Jakarta, 12 Januari 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment