Friday, December 18, 2009
ESPERANTO
PEKAN lalu, 2000 orang dari 63 negara ambil bagian dalam 94th World Esperanto Congres yang berakhir Sabtu (1/8) di Byalistok, di timurlaut Polandia.
Byalistok, kota kelahiran pencipta bahasa dunia Esperanto seorang ahli mata Polandia, Ludwik Zamenhof, kali ini dipilih menjadi tuan rumah kongres dunia tahun 2009, sekaligus memperingati hari kelahiran sang jenius yang ke-150 tahun.
Melalui bahasa internasional ciptaannya, Zamenhof telah menciptakan instrumen khusus untuk komunikasi internasional yang netral, demikian resolusi dihasilkan oleh kongres itu.
Para peserta kongres menyatakan Zamenhof wajar mendapat perhatian khusus tidak saja sebagai penciptanya tetapi sebagai seorang yang berjuang untuk terciptanya persaudaraan tulus sesama rakyat di dunia yang didasarkan pada pengertian timbal-balik sepenuhnya.
Zamenhof juga berupaya untuk menghapuskan kebencian yang mungkin timbul karena perbedaan agama dan prasangka rasial serta penolakan terhadap perang sebagai cara untuk menyelesaikan konflik.
Mengapa Esperanto?
Pertanyaan ini membawa ingatan saya dalam kunjungan terakhir ke Byalistok pada akhir Mei 2009 yang lalu.
Meskipun masih beberapa bulan, tetapi suasana persiapan perhelatan sudah terasa. Maklum, Byalistok selama 25 Juli sampai 1 Agustus akan menjamu ribuan pengguna Esperanto dalam kongres se dunia ke-94.
Saya ingin menemukan jejak-jejak peninggalan sejarah masa lalu di kota yang agak lengang ini pada saat memenuhi undangan teman baik saya, Bapak Tomasz Miskiewicz, yang menjadi Mufti Polandia yang berkedudukan di Byalistok.
Kebetulan, saat itu saya diundang kali ini dalam rangka peringatan terbentuknya pemukiman Muslim Tartar sejak 330 tahun yang lalu.
Berbekal sedikit informasi tentang Esperanto saya bermaksud melihat pusat kota tua. Kota tua merupakan ciri-khas penting di Polandia. Di mana-mana di berbagai kota di Polandia saya selalu menyempatkan menghabiskan 1-2 jam untuk membuat foto-foto, maupun sekadar mengobrol dengan teman sambil minum kopi.
“Saluton, mi nomias Haz Pohan, Kiel vi nomias?” Saya mencoba mempraktekkan bahasa Esperanto terbatas kepada seorang pria di taman kota Byalistok.
Pria yang duduk di taman itu menjawab: ”Saluton, mi nomias Maciej”. Saya lalu berbicara dalam bahasa Rusia menanyakan di mana letak tugu Zamenhof, orang jenius dunia kelahiran kota itu, Byalistok.
”Mi ne komprenas”, ujarnya. Dia mengatakan bukannya tidak paham bahasa Rusia, tetapi meskipun kota Byalistok lebih dekat ke perbatasan menuju Belarus yang berbahasa Rusia tetapi dia lebih suka berbahasa Inggeris. Atau Esperanto!
Kedengaran aneh? Bahasa tadi yang saya gunakan adalah Esperanto, atau bahasa dunia yang diciptakan pada tahun 1887 oleh Dr Lazar Ludwig Zamenhof (1859-1917), seorang dokter mata jenius Polandia keturunan Yahudi.
Saya katakan pada Bapak Maciej, pria di taman itu, saya ingin berziarah ke tugu pencipta Esperanto itu. Lalu, dia menunjukkan ke suatu arah dan menuliskan nama jalan. “Use your GPS, than you’ll find the tombs right in the small park at your right side!”, katanya, sambil menuliskan alamat di kertas kecil.
Saya menerima catatan itu, dan mengucapkan “Dankon”, atau terima kasih dalam bahasa Esperanto. Dia membalas: “No dankinde”, atau terima kasih kembali. Saya pun beranjak meninggalkan Pak Maciej. Kami mengawali dan menutup pembicaraan dengan bahasa Esperanto.
Siapa Dr. Zamenhof?
Di taman kecil yang ditunjukkan arahnya oleh Pak Maciej hanya ada patung setengah badan. Sederhana saja. Tetapi tokoh menarik perhatian saya.
Byalistok bukan sekadar kota di mana Zamenhof nompang lahir. Dia juga tumbuh dengan latarbelakang multi-etnis sejak zaman dulu kala, dan dikenal toleran.
Dulu Byalistok memiliki latarbelakang etnis beragam, Polandia, Rusia, Jerman dan Yahudi, di samping Muslim Tartar yang berjumlah sekitar 5000 orang. Sebagai kota multi-etnis, di mana pun, ketegangan etnis dan antagonisme selalu terjadi. Salah satunya adalah tentu salah pengertian, karena menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Ini yang menjadi insiprasi Zamenhof untuk menelurkan idenya.
Dia menuliskan pengalaman batinnya dalam sebuah surat kepada temannya, Nikolai Borovko, kurang lebih:
Tempat kelahiran dan di mana saya menghabiskan masa kanak-kanak memberi arah perjuangan saya ke depan. Dulu di Byalistok warg kota tersekat-sekat oleh pemisahan 4 etnis, Rusia, Polandia, Jerman dan Yahudi, masing-masing menggunakan bahasanya sendiri dan memandang pihak lainnya sebagai musuh. Di kota ini, perbedaan bahasa yang mendasari pengelompokan keluarga manusia dalam ketegangan etnis menjadi sensitivi dan mencekam.
Saya terlahir idealis, diajarkan bahwa semua manusia adalah saudara, tetapi di luar rumah tidak ada persaudaraan. Yang ada hanya kelompok etnis Rusia, Polandia, Jerman dan Yahudi. Ini menyiksa masa kanak-kanakku, meskipun banyak juga orang memberi senyuman padaku. Maka, sejak saat itu saya berjanji akan menghancurkan kejahatan ini.
Esperanto pun lahir pada akhir tahun 1870-an, ketika Bialystok masih menjadi bagian dari Kerajaan Rusia. Zamenhof ingin menyumbang untuk terciptanya harmoni dalam pergaulan sosial sehari-hari kota multietnis itu.
Polandia adalah negeri yang terjepit di antara Jerman dan Rusia, maka sarat dengan sejarah. Tidak kurang, bangsa-bangsa dari utara maupun selatan juga turut ambil-bagian memerintah di sini. Negeri ini pernah hilang dari peta politik Eropa selama 123 tahun, karena 3 kali dibagi habis (partition) oleh pendudukan berbagai bangsa-bangsa di sekitarnya.
Makanya, seorang sejarawan berkebangsaan Inggeris bernama Norman Davies, menulis negeri ini dalam bukunya yang terkenal sebagai: God’s Playground (1979). Buku ini mengungkapkan apa yang dialami oleh orang-orang Polandia dalam sejarah seribu tahun di masa lalu.
Tidak urung, geser-menggeser perbatasan negara selalu menimbulkan konflik horizontal di antara masyarakat yang sudah ratusan tahun berbaur. Di kota Byalistok yang multikultural, bahasa dan agama juga terbelah-belah, dan ini mengganggu harmoni. Ini yang menjadi latar-belakang lahirnya bahasa Esperanto di kota ini.
94th World Congress of Esperanto
Pekan lalu, di kota ini pekan kemarin berlangsung perhelatan 94th World Congress of Esperanto (Esperanto: Universala Kongreso), sekaligus peringatan ultah ke-150 tahun kelahiran L.L.Zamenhof.
Dalam percakapan saya dengan Pan Maciej di bulan Mei itu, kami sempat berbincang-bincang mengenai hari penting tentang Esperanto. Katanya, populasi pengguna bahasa Esperanto kian meningkat, dan bahasa itupun kian berkembang.
Di samping keuntungan untuk berkomunikasi dengan siapapun dari penjuru dunia, Esperanto mengungguli bahasa-bahasa dunia lainnya karena dapat dipelajari 10 kali lebih cepat!
Bahasa Esperanto dibentuk dengan dasar tata bahasa yang dipunyai oleh bahasa-bahasa dunia lainnya. Yang penting, tidak rumit, gampang membacanya dan menghapalnya. Dan tentu, enak didengar. Bacalah seperti apa yang tertulis. Dan, dengan menggunakan bahasa ini Anda dijamin kedengaran agak ilmiah!
Bahasa ini menjadi cepat popular di dunia, dan berhasil menerbitkan majalah pertama pada tanggal1 September 1889, yang kemudian pada tahun 1954 mendapat pengakuan UNESCO.
Katanya lagi, dengan Esperanto maka Anda akan berteman dengan orang-orang dari seluruh dunia dan dengan latar-belakang perbedaan budaya apapun. Tidak usah khawatir, pengguna bahasa unik ini terdapat di seluruh dunia. Esperanto mengeluarkan Buku Saku, yang disebut “Pasporta Servo”
Buku Saku itu (http://www.tejo.org/ps) memuat sekitar 1000 alamat Esperantists, atau orang-orang pengguna bahasa Esperanto, di lebih dari 80 negara.
Mereka juga dengan senang hati menerima Anda menjadi tamu, tanpa membayar akomodasi! Solidaritas yang cukup tinggi, di tengah-tengah langkanya orang yang peduli kepada tetangganya sekarang ini.
Apa tujuan Esperanto?
Para Esperantists percaya, dengan menggunakan satu bahasa yang dimengerti bersama, maka akan tercipta perdamaian dunia. Memang, adakalanya bahasa yang menjadi symbol chauvinisme menimbulkan arogansi yang kurang berkenan di hati orang lain.
Esperanto tidak mengklaim keunggulan Chauvinisme itu, dan bukan bertujuan akan menghapuskan bahasa-bahasa dunia. Tetapi, dia lahir untuk menciptakan kesamaan, sama rata dan sama rasa. Katanya, jika kita menjadi komunitas salah suatu bahasa internasional, maka bangsa pemilik bahasa itu akan menganggap kita berada di bawah ‘pengaruh’ budaya mereka. Orang-orang Esperanto menyebut ini sebagai“language imperialism”.
Esperanto tidak untuk menghapus bahasa ibu. Tujuannya adalah menjadikan Esperanto sebagai bahasa kedua bagi siapapun.
Esperanto memiliki markas besar sejak tahun 1955 di Roterdam, yang disebut Universala Esperanto Asocio [World Esperanto Association] yang berdiri sejak tahun 1908 dan baru memperingati keberadaan seabad pada tahun 2008 yang lalu. Di Rotterdam pada saat itu juga diselenggarakan kongres, dengan berbagai kegiatan linguistik.
Kongres itu sendiri baru dimulai pada tahun 1905 yang berlangsung setiap tahun, kecuali pada saat dua kali perang dunia (1915 dan 1945). Sebelumnya, kongres pernah diselenggarakan di berbagai kota di Inggeris, tahun 1907 (Cambridge), 1926 (Edinburgh), 1930 (Oxford), 1938 (London), 1949 (Bournemouth), 1961 (Harrogate), 1971 (London), 1989 (Brighton), dan, tahun 2009 ini di Byalistok.
Seperti pada pekan lalu di Byalistok, kongres diisi dengan berbagai kegiatan, seperti percakapan, kuliah, konser, drama, dan wisata yang seluruhnya menggunakan bahasa Esperanto.
Seperti percakapan saya dengan Pan Maciej tadi, memang terasa nyaman berbicara langsung dengan orang dari seluruh dunia tanpa kewajiban kita untuk mempelajari bahasa mereka. Jadi, Esperanto lebih dirasakan manfaatnya untuk pergaulan. Dan, dunia pun menjadi damai, begitulah harapan kaum Esperantis.
Meskipun para pengguna bahasa Esperanto akrab satu dengan lainnya tanpa basa-basi, tetapi saya tidak menganjurkan Anda menyapa seorang gadis di sana dan mengatakan: “Mi amas vin“, yang artinya “I love you“.
Gadis itu tetap seorang manusia dengan perasaannya, dan kultur pun memainkan peranan di sini. Saya tidak menjamin Anda berhasil!
Warsawa, 3 Agustus 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment