Wednesday, March 18, 2009

SURVIVAL KITS

TIME Annual Special Issue, 23 Maret 2009 “Ten Ideas Changing The World Right Now” meminta perhatian kita mencermati perkembangan ekonomi dunia, terutama akibat global economic downturn, yang sedang berlangsung di depan mata.

Gejalanya baru ini tidak serta-merta kita dapat kita cerna, karena artikel ini dibuat dalam perspektif Amerika. Namun, jangan pandang enteng, penulis-penulisnya adalah para pakar tingkat dunia. We live in the global village, sooner than later arah ini akan mendunia, kata TIME. Cara hidup kita yang boros harus diubah. Kita harus hidup arif, karena sumber-sumber kian terbatas. Jadi, pendekatannya merupakan gabungan das sollen dan das sein, kurang lebih begitulah. Tujuannya, untuk survival manusia sendiri.

Ada sepuluh ide-ide baru mengubah dunia sekarang yang disarikan oleh TIME. Saya mencoba menempatkan ide-ide baru itu, tidak semua relevan dalam jangka pendek, ke dalam konteks Indonesia.

Ide pertama: “Jobs are the new asset”, intinya, gara-gara ulah Bernie Maddof --pakar Ponzi Scheme dan mahluk sejenisnya-- tabungan masyarakat hancur lebur, pabrik tutup, pengangguran pun meletup. Kita lupa pada ‘human capital’ yang berkaitan dengan pendidikan dan latihan adalah aset terpenting. Karena, mengutip pemenang nobel Gary Becker dari Universitas Chicago, 75%-80% output kegiatan ekonomi bersumber pada human capital, bukan peralatan, atau modal industri lainnya. Nasehatnya, jangan lupa sekolah dan kursus-kursus untuk membangun kapasitas Anda. Lupakan dasi Anda dan kantor sejuk yang menjulang di Jalan Sudirman, jaman sekarang sarungan pun tak apa, asal terus dapat bersekolah. Industri pendidikan ketrampilan dan kreatif siap-siap menerima murid-murid yang tidak berusia muda.

Pesan kedua, hati-hati menjaga pekerjaan yang ada sekarang. Ini ‘sawah’ yang menghidupi keluarga. Jangan ‘berjudi’. Jadi, jangan pernah berfikir ada plan B. Jaga baik-baik pekerjaan Anda, kalau sudah terbang, lay-off, baru terasa dunia seperti kiamat. Yang aman menjadi pegawai negeri, nggak gampang dipecat! Tetapi bagaimana menyiasati gaji yang kecil? Oh, para pegawai negeri sudah paham kiat-kiat bagaimana agar dapur tetap berasap.

Ide kedua: “Recycling the Suburbs”, intinya: 148 ribu toko di desa-desa Amerika akan tutup, bangkrut! Terus, the Metropolitan Institute Virginia Tech meramalkan pada tahun 2025 –prediksi resesi dunia berakhir-- akan terdapat surplus 22 juta rumah-rumah besar di Amerika. Pencinta lingkungan akan bahagia di Indonesia, karena tidak ada lagi proyek-proyek yang mengubah perkampungan pada saat Jakarta berjaya. Pengembang serakah yang dulu rajin mengincar lahan untuk gedung, apartemen, dan ruko ke mana-mana, kini semaput. Akibat ulah mereka, kota-kota besar berkembang tanpa planning, menjalar bak kanker ganas. Jika dulu orang kemana-mana naik kenderaan pribadi, maka orang sekarang cenderung mengurangi gerak, trend-nya belanja di warung-warung di kampung saja. Good bagi environmentalist dan ekonomi UKMK!

Saran TIME, bangun kompleks simpel tapi lengkap, pasti laku karena orang tidak bepergian dengan mobil, kecuali sangat mendesak. Bagi orang-orang yang tetap ingin tinggal di mansion, harga rumah-rumah besar ini akan turun. Tetapi, tidak disarankan membeli property, meskipun harganya tinggal separuh. Menabung menjadi investasi terbaik.

Pengembang yang jeli akan memusatkan bisnisnya untuk melayani keperluan masyarakat, seperti kota satelit Depok, Tangerang dan Bekasi yang kemudian skalanya diperkecil dalam sel-sel. Transformasi kampung ini memiliki potensi ekonomi yang besar.

Ide ketiga: “The New Calvinism” menyangkut keyakinan akan energi dan semangat ilahiah yang menginspirasi orang-orang untuk bekerja keras dan hidup hemat. Ini seruan Ilahi. Dalam economic downturn, banyak manusia nanar, menghadapi pertanyaan yang tiada jawaban. Maka, orang akan kembali ke Sang Pencipta. Spritual healing menjadi maha penting. Pencarian diri melalui kebendaan material adalah berhala. Kultur narkotik, minuman keras, dugem, perceraian, bukanlah jalan ke luar. Hanyalah kesementaraan. Your real friend is God!, begitu pesan TIME.

Ini kabar baik tentunya bagi da’i, penceramah, penasehat spiritual (bukan dukun!) dan penerbit buku-buku agama. Kita dulu punya AA Gym yang membangun kerajaan bisnisnya dengan bermodal pada pesan-pesan ilahiah. Kecerdasan spiritual sangat penting di kala moral dunia genting. Oleh karena itu, mari kita giatkan,” the gospel industry”, ber ibadah sekaligus menghidupkan ekonomi rakyat.

Ide keempat: “Reinstating The Interstate:Infrastructure”, pembangunan infrastruktur is sexy, menurut TIME. Di mana-mana pemerintah negara sibuk menyiapkan paket stimulus yang merangsang kegiatan ekonomi, karena institusi keuangan sedang mabok! Pemerintah RI kalau nggak salah sudah menyiapkan USD. 50 milyar!

Dalam pembangunan infrastruktur, pemerintah menjadi fasilitator dan regulator, pengusaha menjadi investor. Pembangunan sarana jalan, listrik dan berbagai turnkey projects lainnya akan menciptakan lapangan kerja dan selanjutnya akan menghasilkan trickle down effects! Dulu, tahun 1956 AS menjadikan pembangunan interstate (highway) besar-besaran yang menjadi proyek terbesar setelah PD II. Ekonomi AS pun tumbuh pesat. Di zaman sadar lingkungan orang tahu pembangunan jalan-jalan raya antar kota/provinsi berdampak pada peningkatan CO2. Orang tergoda memiliki kendaraan sendiri, apalagi harga bensin murah.

Idenya, kita harus jeli memanfaatkan pembangunan infrastruktur agar tidak hanya hanya bermakna penguatan interkonektifitas. Di sini juga terdapat sisi-sisi sampingan yang berguna untuk mendorong ekonomi kawasan sekitarnya. Dalam era IT, maka broadband akan memperlancar Anda bersilancar!

Ide kelima: “Amortality: Forever Young”. Ini kita harus hati-hati mencermatinya, banyak ranjau-ranjau di sini. Isu pokok adalah amortality (never dying) telah mengubah secara revolusioner sikap kita terhadap ‘umur’. Banyak orang yang ingin tampil muda, at all cost! Botox, operasi plastik laku keras. Kenapa? Ini juga bagian pencarian diri, yang kadang-kadang kita lupa bahwa kecantikan natural itu berasal dari “inner beauty”. Apa pula ini?

Seiring pertumbuhan teknologi untuk mencegah penuaan (aging), manusia juga berani menantang hukum alam bahwa sel-sel terus menua! We want to have fun, too!, kata kakek dan nenek. Menurut Nick Bostrom, direktur Future Humanity di Oxford, letak tua atau muda tidak diukur dari sudah berapa kali Anda berulang tahun sejak dilahirkan. Tetapi, di mana Anda berada, dan bagaimana Anda menilai diri sendiri, dan apakah Anda mampu atau tetap ingin melakukan sesuatu. It’s in the mentality!

Poin yang ingin saya sampaikan di sini adalah urusan memudakan manusia di Indonesia merupakan kegiatan industri yang sudah berusia ribuan tahun. Jaman nenek-moyang pun kita sudah mengenal spa, jamu, obat-obat penggairah energi dsb. Jadi, economic side-nya harus dimaksimalkan. Seiring dengan kemajuan peradaban dan kehidupan modern maka kesadaran akan pentingnya amortalitas, penampilan, dan rasa percaya diri akan terus meningkat. Ini kabar gembira bagi para industriawan, termasuk pelaku industri kecil kita. Ruang gerak masih terbuka lebar, termasuk di luar negeri! Tidak hanya wanita, pria pesolek pun kini antri untuk perawatan.

Ide keenam: “Africa: Business Destination” Jangan main-main, Ecobank ber-aset USD. 8 milyar, dengan keuntungan yang menggurita itu bermarkas Lome, ibukota Togo. Masalah persepsi menjadi determinan dalam berbisnis di Afrika.

Afrika tidak lepas dari citra perang di mana-mana, elitnya yang egois berbelanja berlian di New York dengan gemerlapan (dulu kita juga begitu di jaman Orde Baru), korupsi yang endemik, dan rakyatnya sering kelaparan. Bicara Afrika, yang terlintas adalah CNN melaporkan orang-orang Afrika yang ‘against all odds’ seperti di Darfur, Sudan, Somalia, dan Zimbabwe, logika kurang jalan. Sering kurang dapat kita pahami kontradiksi di Afrika, sehingga mengesankan ‘kurang rasional’.

Tetapi, itu dulu. India, sekarang China dan Korea sudah menjarah benua luas itu sampai ke RT/RW! Menurut OECD, investasi luar negeri di Afrika berjumlah USD. 48 milyar, jauh lebih besar dari dana bantuan luar negeri. Harap catat, ini bukan pinjaman luar negeri (dulu kita suka dibohongi Orde Baru, nyatanya hutang tetapi dihaluskan menjadi ‘bantuan luar negeri’). Benua ini kaya dengan komoditas, hutam, ladang minyak, pertambangan mineral. China sudah meraup perdagangan senilai USD. 106 milyar! Dan Tirai Bambu yang telah menjadi kapitalis ini berhasil memenangkan berbagai tender proyek infrastruktur berskala besar.

Poin saya bukan menyuruh kita rame-rame ke Afrika. Wong, untuk menggarap pasar menggiurkan di Eropa, Amerika dan Timur Tengah pengusaha kita kalah jauh dengan negara-negara tetangga kita. Apalagi ke Afrika!. Saya kira, di jaman otonomi ini pengusaha kita harus berpaling untuk melihat potensi daerah kita sebaik-baiknya. Pada saat ekspor melemah, mari kita garap pasar dalam negeri yang sangat besar itu.

Ide ketujuh: “Rent-a-Country” Food isolationism is dead! Krisis beras? Sekarang ini tidak mesti makanan yang kita konsumsi mesti berasal dari dalam negeri. Jika tidak bisa ditanam di gurun pasir, ya beli sajalah dari Indonesia. Maka, Qatar pun membuka hubungan diplomatik dengan Cambodia hanya untuk mengincar lahan, Presiden Korea Selatan berkunjung ke Sudan dengan maksud yang sama. Binladin Group dari Arab Saudi meneken MoU dengan Indonesia untuk menanam padi di tanah seluas 1,5 juta hektar di Sulawesi. Dikutip TIME, Alwi Shihab yang penasihat Presiden SBY sangat instrumental di sini. Daewoo Logistics dari Korea pun menyewa 900 ribu hektar tanah di Madagaskar --sepertiga dari tanah pertanian subur di sana-- untuk proyek investasi agribisnis dan bio-diesel.

Kita telah swasembada beras. Jangan dulu berpuas diri. Sayur-sayuran, buah-buahan, ikan dan berbagai bahan makanan dan bunga dari Asia yang masuk ke Eropa dan Amerika bukanlah produksi kita. Pesannya, adalah bagaimana kita mengembalikan negeri ini menjadi salah satu kekuatan agrikultur dunia. Kesempatan investasi besar di bidang pertanian seperti yang dilakukan Group Binladen di Sulawesi seharusnya juga dilakukan di daerah-daerah subur lainnya.

Ide kedelapan: “Biobanks: Saving Your Parts”. Ini lucu. Banyak bank yang bankrupt di Amerika dan Eropa mulai berfikir alih core business menjadi bank darah! Menurut para ahli, jika Anda telah menyimpan tissue sample, tumor cells, DNA dan darah sekarang, ini berguna tidak saja untuk diri Anda di kemudian hari, tetapi juga bagi orang-orang lain yang membutuhkannya. Setoran sample itu akan menjadi bahan riset untuk menemukan cara-cara baru pengobatan penyakit-penyakit serius seperti Alzheimer ataupun diabetes. AS, Inggeris, Kanada, Norwegia dan Swedia sudah buka. Saya tidak menyarankan investasi Anda di bidang ini. Namun, untuk kepentingan akademik, ide ini perlu difikirkan.

Ide kesembilan: “Survival-Store”, intinya: konsep toko yang berbeda. Toko ini menjual makanan murah, pakaian yang tahan digunakan bertahun-tahun, sepeda listrik, generator dll. Semua ada, bak PT Palugada: apa lu butuh gua ada! Barter juga boleh! Sebenarnya UKMK kita sudah mengenal gaya bisnis seperti ini. Seperti di Medan, disebut konsep kedai sampah. Cuma kedai sampah ini tidak hanya menjual bahan makanan eceran saja. Harus siap juga untuk menjual barang-barang serius. Tidak usah malu kalau kurang gaya, dan kalau kita tidak punya uang. Semua orang jatuh miskin sekarang. Jangan terpukau lagi dengan pria atau wanita berpakaian business suit nan enteng menyebut duit dalam jumlah ‘M’ atau bahkan ‘T’.

Ide kesepuluh: “Ecological Intelligence”, ini istilah yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman sesuai judul buku karangannya. Dia mulai dengan pertanyaan sederhana. Orang-orang Sher di Tibet yang hidup sejak ribuan tahun secara spartan dan hemat, hanya mengonsumsi sumber-sumber seperlunya. Jangan ada yang terbuang. Maka, “they think ecologically”. Mengapa begitu, karena mereka tidak mempunyai opsi.

Sejujurnya, dalam situasi pemanasan global sekarang, kita juga tidak mempunyai opsi. Marilah hidup seperti orang-orang Sher itu, Cara hidup irit ini baik untuk saving. Menurut TIME, politisi bisa ngomong dengan enteng semboyan ‘green label’ atau ‘going green’. Statement ini indah di tingkat retorika, sulit dilaksanakan di lapangan. Makanan atau pakaian organik jelas environmentally sound, tetapi ongkos produksinya malah bisa lebih merusak lingkungan. Contoh, untuk memproduksi 1 kaos katun organik, dibutuhkan lebih dari 10 ribu liter air daripada dihasilkan dengan cara-cara sekarang. Harganya? Jelas jauh lebih mahal.

The moral of the story: kita harus mengubah gaya hidup salah yang tidak mengenal batas (infinite) karena baru belakangan disadari bahwa sumber-sumber di dunia kian terbatas (finite).

Menurut saya, ruang di sini masih terbuka lebar untuk dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi. Semua terlibat, industriawan besar sampai UKMK. Selamat merenungkan.


Warsawa, 18 Maret 2009.