Sunday, September 26, 2010

MENYONGSONG PEMBENTUKAN KOMUNITAS ASEAN 2015

RATIFIKASI Piagam ASEAN (Charter ) oleh keseluruhan 10 negara-anggotanya pada akhir tahun 2009 menjadi tahapan terpenting dalam sejarah 42 tahun usia organisasi sub-regional di Asia Tenggara itu.

Keputusan politik terpenting yang diambil oleh seluruh kepala negara/pemerintah dalam pertemuan di Singapura dalam kerangka-waktu singkat 6-tahun adalah pembentukan komunitas ASEAN pada tahun 2015. Setelah KTT, maka, seluruh negara-anggota, terutama Indonesia, dalam waktu singkat perlu bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan rumah untuk pembentukan 3 pilar komunitas yakni (1) politik dan keamanan, (2) ekonomi, dan (3) sosial budaya.

Pekerjaan yang paling besar adalah pembentukan komunitas ekonomi, bahwa pada tahun 2015 wilayah Asia Tenggara akan menjadi kesatuan ekonomi: menjadi one single market and production base, ketika arus barang, jasa, modal, termasuk ketenagakerjaan mengalir lancar tanpa hambatan.

Menilik pengalaman Eropa dalam integrasinya, pembentukan komunitas ekonomi (European Community) memerlukan waktu yang panjang, 42 tahun. Eropa menjadi satu kesatuan ekonomi baru dicapai pada tahun 1993, sejak terbentuknya The European Coal and Steel Community pada tahun 1951. Bersamaan di tahun 1993, para pemimpin Eropa juga menandatangani Maastricht Treaty.

ASEAN Charter kurang lebih berfungsi sama seperti Maastricht Treaty, menjadi landasan hukum untuk pembentukan komunitas di kawasan masing-masing.

Pembentukan komunitas politik dan keamanan, tentu tidak bisa dipandang enteng karena menjadi bagian penting, landasan politis untuk integrasi 10 negara kawasan Asteng itu. Pemikiran ke arah penyatuan komunitas politik sebenarnya telah berlangsung jauh sejak berakhirnya Perang Dunia II.

Demikian pula pembentukan komunitas sosial budaya, ASEAN menyadari pentingnya solidaritas dan identitas yang sama bagi rakyat-rakyat di kawasan, serta komitmen bersama untuk menatap masa depan di dunia yang kian ketat mengalami kompetisi di era globalisasi.

Tulisan di bawah ini merupakan sari dari ceramah yang disampaikan oleh penulis pada saat melakukan sosialisasi Komunitas ASEAN 2015 di Surabaya dan Solo pada bulan Mei dan Juni 2010.


Mengapa Penting Komunitas ASEAN?

PROSES pembentukan organisasi regional dan subregional marak ketika berakhirnya Perang Dunia II. Di Eropa, para pemimpin menyadari kepentingan integrasi wilayah untuk menghindari terulangnya perang-dunia yang telah menghancurkan wilayah, ekonomi dan kemanusiaan. Pada saat gagasan dilontarkan di Eropa pada akhir PD II, harapan untuk integrasi Eropa dipandang utopia.

Tujuan pembentukan integrasi wilayah Eropa diawali dengan kepentingan politis guna menghindari perselisihan yang muncul dari imbalances of power equation, ketika negara kuat mengintimidasi yang lemah, bilamana konflik wilayah, etnis, dan bahkan agama menjadi sumber perang.

Keberadaan European Coal and Steel Community sejak tahun 1951 membuktikan kerjasama Prancis dan Jerman berjalan baik. Baja memang menjadi sumber industry, termasuk militer. Jika pasar yang menentukan suplai dan demand, maka pertimbangan ekonomi menjadi lebih menonjol, ketimbang perang.

Sehingga, pada kondisi yang kian membaik itu tujuan-tujuan stabilitas keamanan dan perdamaian menjadi berkembang pesat.

Kini Uni Eropa tidak saja menjadi entitas yang kokoh secara politis, tetapi juga menjadi aktor ekonomi global yang telah memiliki identitas dan nilai-nilai yang modern.

Misi UE sekarang adalah menciptakan perdamaian, kemakmuran dan stabilitas bagi rakyat Eropa. Tadinya persoalan batas-wilayah menjadi sumber konflik, maka dengan penyatuan seluruh Negara anggota dalam kesatuan wilayah, Uni Eropa kini beranjak dari zona kesatuan ekonomi yang berambisi dalam peran politik global. UE juga mengupayakan pertumbuhan ekonomi dan sosial yang seimbang bagi rakyat di 27 negara-anggota. Para pemimpin Eropa menyadai kondisi yang dibentuk secara sadar dengan susah-payah seperti ini diperlukan untuk kesatuan Eropa menghadapi kompetisi di era globalisasi.

Pengalaman Uni Eropa juga dicermati oleh kelompok Negara di berbagai belahan dunia, misalnya Afrika (Uni Afrika), Amerika Latin (Mercosur), Timur Tengah (GCC), termasuk ASEAN di Asia Tenggara.

Dari keseluruhan ratusan organisasi regional atau sub-regional, boleh dikatakan hanya 2 organisasi yang memiliki success story, yakni Uni Eropa dan ASEAN.

Pembentukan Komunitas ASEAN kurang lebih mengalami proses serupa. Apakah tingkat integritasnya nanti pada akhirnya dapat berwujud pada entitas Uni Eropa tergantung pada perkembangan ke depan. Sesuatu yang sulit disepakati pada masa sekarang, seperti pengalaman Uni Eropa dengan impiannya, terbukti berjalan melebihi targetnya.

Maka, bolehlah kita bermimpi di suatu saat integritas ASEAN semakin menguat: akan terbentuk satu wilayah ekonomi dan moneter yang didukung oleh mata uang tunggal, diikuti dengan pembentukan parlemen, angkatan bersenjata, dan bahkan kebijakan luar negeri yang sama, bahkan untuk suatu entitas pemerintahan yang tunggal pula!


Stabilitas Perdamaian dan Keamanan untuk Apa?

KEAMANAN (security) adalah kondisi yang tercipta karena tercapainya stabilitas dan perdamaian. Kondisi ini bermanfaat untuk membangun manusia dan lingkungan yang diinginkan (ideal). Keamanan baru dirasakan penting ketika terancam, atau hilang. Manusia akan kembali ke naluri untuk mempertahankan diri: dalam unit yang lebih besar pada tingkat masyarakat bahkan rakyat di suatu negara.

Sama seperti udara yang gratis dan murah, keamanan selalu dianggap komoditas yang terjamin ada. Padahal, untuk membina keamanan manusia menumpahkan berbagai upaya dan energy. Mahal!

Aman (secure) dirasakan penting untuk pembangunan, terutama dengan hadirnya stabilitas dan perdamaian. Stabilitas yang tercipta dalam jangka-panjang menghadirkan prediktabilitas situasi.

Maka security hadir by design, dibentuk, dijaga dan ditingkatkan oleh manusia untuk memperoleh situasi kehidupan yang harmonis. Sama seperti kehidupan di kampung, desa, rakyat memelihara harmoni dengan semangat hidup bertetangga baik.

Indonesia pasca perang kemerdekaan merasakan keperluan itu. Sebagai negara dan memiliki kawasan terbesar maka diperlukan situasi yang damai di kawasan. Sebagai de facto pemimpin di kawasan, kontribusi Indonesia sangat diperlukan.

Praktis, bila berbicara tentang ASEAN maka berarti hampir separuh atribut yang melekat adalah unsur Indonesia. Dari 590 juta penduduk ASEAN, 40% atau 234 juga tinggal di Indonesia. 42% wilayah daratan Asia Tenggara yang seluas 4,4 juta km2 berada di NKRI, dan 40% dari GDP ASEAN yang telah mencapai USD 1500 milyar berasal dari Indonesia.

Kondisi Asia Tenggara pasca Perang Dunia II, seperti umumnya di kawasan Asia Pasifik, 50 tahun yang lalu sangat labil dan penuh dengan potensi konflik. Dengan pengecualian di beberapa negara, kolonialisme tidak menyelesaikan tugasnya menyiapkan rakyat-rakyat di Asia Tenggara untuk berpemerintahan sendiri. Samudera Pasifik, yang dulu diterjemahkan sebagai Lautan Teduh (Pasif) memang hanya tenang di permukaannya. Dia menyimpan sejuta energi yang siap meletus, seperti Gunung Krakatau di tahun 1883 dulu.

Di sana tersimpan animositi, konflik wilayah, etnis, bahkan militer antar-negara. Di dalam negeri juga demikian. Seperti misalnya di Indonesia, sejak perang kemerdekaan kita mengalami beruntun konflik di dalam negeri: perjuangan proklamasi, pemberontakan, Trikora utnuk pengembalian Irian Barat, Dwikora dalam konfrontasi terhadap Malaysia, dan G30S/PKI yang meruntuhkan Orde Lama mengakhiri kekuasaan Presiden Soekarno. Berbagai maneuver politik mercusuar pasca kemerdekaan dipandang hanya proses yang memiskinkan bangsa.

Persoalan di kawasan tidak terbatas hanya di bidang politik semata. Dalam kecemasan internasional pada perubahan iklim, telah muncul kesadaran untuk penanganan perlindungan lingkungan dan bahkan soal-soal praktis seperti keselamatan pelayaran.

Mencuatnya isu-isu non politis itu berkaitan dengan menonjolnya soal-soal ekonomi pula. Kawasan Asia Pasifik pada umumnya, termasuk Asia Tenggara, telah menjadi economic powerhouse, di mana negara-negara di kawasan sekitarnya memerlukan sumber-sumber hayati dan non-hayati untuk keperluan pembangunan ekonomi mereka.

Isu penting berkaitan dengan menguatnya integrasi ASEAN melalui Charter ialah berkaitan dengan upaya pembentukan arsitektur regional (regional architecture). Mengingat satu-satunya organisasi menonjol di Asia Pasifik, ASEAN telah pula menjadi motor atau driving force dalam diskursus yang sebenarnya mulai mencuat pada awal tahun 1990-an.

ASEAN memang memiliki posisi unik, ketiadaan rival organisasi serupa di Asia Pasifik mendorongnya untuk berperan aktif dan menjadi harapan dalam pembentukan struktur di Asia Pasifik melalui proses East Asia Summit (EAS). Dukungan negara-negara-negara terpenting anggota EAS dari AS, Rusia, India, Jepang, Korea dan Australia, di samping Indonesia tentunya, akan menjadi milestone baru dalam proses integrasi kawasan Asia Pasifik.

Jakarta 27 September 2010

No comments:

Post a Comment