Wednesday, December 29, 2010

HUKUM, ETIKA DAN DIPLOMASI

ADAGIUM menyatakan, jika 2 lawyers berdebat muncul 3 pendapat. Di pihak lain, seribu pendapat bisa disatukan oleh diplomat. Tidak heran, ada anggapan para sarjana hukum lebih banyak membuat onar daripada membantu ketertiban. Jika kacau, maka diplomat harus turun.

Bang Buyung yang termashur sejak zaman Malari itu mengatakan sekarang institusi-institusi hukum dikuasai oleh para “Markus”, alias makelar kasus.

Akhir-akhir ini tuduhan menguat, katanya para pengacara lebih banyak menjadi ‘penghubung’ antara yang berperkara dengan law enforcement establishments. Simak saja berbagai kasus hukum yang mumet dalam beberapa tahun terakhir ini.

Ah, saya tidak mau masuk ke ranah ini, karena bidang hukum yang saya masuki bukanlah litigasi (penuntutan di pengadilan) ataupun non-litigasi (penasehat, konsultan). Tetapi, hukum dalam konteks pelaksanaan diplomasi.

Lawyers mengatakan: our business is disputes atau conflicts; diplomat mengatakan: our business is peace! Lalu, bagaimana kalau diplomat itu seorang lawyer? Dari kacau menjadi damai dan kembali menjadi kacau?

Diplomat-diplomat ulung dari seluruh dunia memang kebanyakan berpendidikan sarjana hukum. Tidak berarti bahwa seorang sarjana hukum dijamin menjadi diplomat ulung. Adam Malik yang hanya tamat Sekolah Rakyat (SR) pun tercatat seorang diplomat ulung. Beliau pernah menjadi Presiden Majelis Umum PBB!

Diplomasi sekarang menuntut spesialis-spesialis, meskipun diplomasi itu pada dasarnya generalis. Mengapa? Karena penguasaan bidang-bidang teknis sangat menentukan dalam bernegosiasi untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam era globalisasi.

Memang, semua kaidah, norma, konvensi, traktat, perjanjian merupakan rumusan-rumusan hukum. Wajar, jika sarjana hukum dengan mudah dapat memahaminya.

Sistem hukum dan peradilan yang fair dan kredibel juga merupakan prakondisi masuknya investasi. Karena itu, pembangunan hukum nasional perlu memasukkan tata-aturan hukum modern, terutama di bidang hukum ekonomi ke dalam sistem hukum nasional. Kepastian hukum memang menjadi kunci kepercayaan luar negeri kepada kita.

Lalu, apa kaitan etika dengan diplomasi? Titik temunya adalah di unsur manusia. Diplomat dengan tingkat profesionalisme yang tinggi tanpa didukung integritas moral dan pribadi yang kuat akan direndahkan dalam pergaulan diplomatik.

Meskipun memiliki kekebalan hukum (imunitas), diplomat diminta untuk menghormati hukum di Negara mana dia ditugaskan. Ini juga bagian dari etika diplomat.

Seorang sahabat muda, seorang mahasiswa teman anak saya di UI, ingin tahu mahluk seperti apa jika seorang lawyer bekerja di institusi diplomasi dan tentang etika diplomatik.

Dengarkan percakapan kami:

Sudah berapa lama Bapak berprofesi sebagai Diplomat?

29 tahun, sebagian besar berkecimpung dalam bidang hukum tentu dalam kaitan diplomasi.

Apa yang membuat Bapak tertarik memilih profesi hukum sebagai Diplomat?

Diplomasi erat kaitannya dengan hukum internasional, yang memuat legal basis bagi tindakan/policy suatu negara, baik dalam konteks multilateral maupun bilateral. Bentuk-bentuk/format legal basis itu dapat dilihat dari berbagai conventions, treaties, agreements.

Keberadaan perwakilan diplomatik/konsuler juga diatur dalam Vienna Conventions on diplomatic and consular relations, yang menjadi acuan dan aturan main para diplomat yang bekerja di embassies, consulates, maupun organisasi internasional.

Apa saja tantangan dan hambatan terbesar dalam selama ini menjalani profesi hukum sebagai Diplomat?

Tantangan terbesar adalah seluruh bentuk perjanjian internasional itu tidak dapat hanya dibaca semata-mata dari aspek legal. Karena, wordings maupun formatnya legal, tetapi substansinya politis. Semua kebijakan luar negeri mengenai aspek politis, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan, internasional issues, adalah suatu kesatuan dalam politik luar negeri.

Oleh karena itu, para lawyers yang bekerja pada diplomatic establishment perlu mengerti substansi politis di dalam perjanjian-perjanjian internasional itu. Baik Vienna Conventions maupun aturan main (rules of procedures) di dalam diplomasi juga dibuat dalam bentuk hukum internasional, kurang lebih seperti hukum acara.

Pertanyaan berikutnya adalah terkait dengan Etika Profesi, antara lain:

Apakah terdapat Kode Perilaku untuk Profesi Diplomat? Jika ada, otoritas apakah yang berwenang membuat dan menegakkan peraturan tentang kode perilaku tersebut?

Sepanjang pengetahuan saya, Kemlu sedang menyusun Kode Etik Diplomatik dan belum selesai. Meskipun belum ada Kode Etik (tertulis) namun para diplomat terikat dengan kode etik profesi diplomatik yang menjadi acuan bagi seluruh foreign service di dunia. Karena sifatnya mengatur etik, maka sanksinya paling tidak adalah sanksi moral.

Namun, bilamana Kode Etik Diplomatik Indonesia sudah jadi maka sanksi moral tersebut dapat diperkuat dengan sanksi administratif seperti dipecat dari organisasi profesi, dan lebih menguatkan sanksi-sanksi administratif yang dilakukan sekarang oleh pimpinan Kemlu, baik pencabutan status sebagai diplomat, dan bahkan dipecat dari status pegawai negeri.

Dengan adanya Kode Etik Diplomat maka terjembatani lah norma-norma etika profesi dengan kegiatan diplomasi itu sendiri.

Apakah yang menjadi patokan atau standard bagi diterimanya seseorang sebagai profesional dalam menggeluti profesi Diplomat? Apakah ada suatu mekanisme magang atau sejenisnya?

Mekanisme yang berlaku adalah ujian test masuk yang dilakukan terbuka, obyektif, dan fair, yakni sekaligus untuk test menjadi diplomat dan diterima menjadi pegawai negeri. Rekrumen bertujuan mencari SDM yang memiliki bakat, kemampuan, dan kecintaan pada profesi diplomat. Setiap tahun Deplu menerima lamaran sekitar 15 ribu pelamar (S1, S2, S3) dan yang hanya diterima kl. 100-150 orang.

Apakah seorang Diplomat dimungkinkan untuk melaporkan sesama Diplomat lainnya dalam lingkup profesinya dalam hal terjadi pelanggaran kode perilaku? Atau apakah terdapat mekanisme lain terkait pengawasan horisontal terhadap sesama Diplomat untuk memastikan bahwa kode perilaku telah dilaksanakan dengan baik?

Pelanggaran etika dapat dilaporkan oleh diplomat lainnya, atau oleh atasan Ybs. Mekanisme pemantauan secara menyeluruh dan pengawasan pribadi orang per orang oleh pimpinan memang tidak memungkinkan. Namun, jika ada pengaduan atau pelaporan atas tindakan seorang diplomat dinilai tidak pantas, atau menimbulkan kerugian bagi orang lain, biasanya disampaikan dalam pengaduan. Dan mekanisme pengawasan internal akan bekerja.

Dalam hal apa saja yang dapat dikategorisasi sebagai pelanggaran terhadap kode perilaku?

Dapat disebut, membocorkan rahasia negara, melakukan hal-hal pelanggaran dalam prosedur kerja, tidak menggunakan kata-kata yang proper dalam pelaksanaan tugas, menghina negara lain, tidak membela kehormatan dan harga diri bangsa, tidak menyelesaikan hutang-piutang, pelanggaran susila, kekerasan, mabuk, berjudi, berperilaku tidak pantas selalu menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Sanksi apa yang dapat dijatuhkan dalam terjadi pelanggaran terhadap kode perilaku?

Jika menyangkut pelanggaran etika sopan santun dan kepantasan bertindak paling tidak sanksinya adalah moral. Hal-hal yang menyangkut kerugian Negara, seperti pembocoran rahasia atau korupsi maka mekanisme andministrasi Negara akan bekerja, seperti pencabutan status sebagai diplomat, dan bahkan dipecat dari status pegawai negeri. Bila Kode Etik Diplomat sudah diundangkan, maka pelanggaran berat (ketidakpantasan) dapat berdampak pemecatan oleh organisasi profesi.

Apakah terdapat asosiasi atau persatuan profesional terkait dengan profesi hukum tersebut?


Di Indonesia belum terbentuk organisasi profesi Diplomat. Namun sebagai pegawai negeri, maka para diplomat juga anggota Korpri.

Sejauhmana peran asosiasi terhadap penegakan kode perilaku tersebut?

Korpri adalah organisasi pegawai di Deplu dan Perwakilan. Tidak semua anggota Korpri adalah diplomat. Oleh karena itu, tetap penting adanya organisasi profesi khusus untuk diplomat. Sejauh ini Korpri belum berperan untuk penegakan etika sesuai kode etik profesi.

Dan yang terakhir adalah pertanyaan mengenai Tanggung Jawab Profesi terkait dengan pelaksanaan Tugas sebagai seorang Profesional, antara lain:

Bagaimana pengaturan secara internal terkait dengan benturan kepentingan?

Conflict of interests juga pelanggaran kaidah (norms). Bagi suami dan isteri yang sama-sama berprofesi diplomat, maka penugasan mereka tidak di tempat yang sama, atau unit yang berbeda. Jika di luar negeri, maka ditempatkan pada Perwakilan RI yang berdekatan, misalnya jika suami di KBRI Washington, maka isterinya di KJRI New York. Bila suami di Jenewa (Swiss), maka isterinya di ibukota Swiss di Bern.

Di KBRI, kepala perwakilan dilarang mengangkat pegawai lokal dari keluarga langsung, atau melakukan kegiatan usaha yang bersifat komersial.

Dalam hal seorang Diplomat mendapati adanya benturan kepentingan, sikap apa yang seharusnya diambil oleh seorang profesional dalam menghadapi benturan kepentingan tersebut? Sejauhmana pengaturannya dalam kode perilaku?

Sebagai seorang professional, maka diplomat itu harus membedakan dengan tegas kepentingan Negara (misalnya dalam diplomasi dagang) dengan kepentingan perusahaannya pribadi. Karena belum diatur dalam kompilasi Kode Etik, maka berlaku acuan umum saja, yang dengan mudah bisa dikualifikasi pantas tidaknya perbuatan itu dilakukan.

Bagaimana peran lembaga pengawasan internal atau eksternal terhadap hal yang terkait dengan benturan kepentingan ini?

Ada mekanisme teguran lisan, tertulis, pemanggilan, dan penindakan, sesuai dengan tata aturan sebagai pegawai negeri, berdasarkan UU Kepegawaian. Jika pelanggaran serius maka akan ditindaklanjuti oleh Irjen dan bahkan institusi eksternal seperti KPK atau Kepolisian.

Bagaimana pengaturan pola hubungan antara Diplomat dengan Pihak III, dalam kaitannya pelaksanaan tugas seorang Diplomat?

Tergantung pada bentuk perikatan, misalnya diplomat menyewa rumah kepada seseorang warganegara biasa, maka berlaku ketentuan umum. Hal-hal yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain harus ditanggungjawabi sendiri.

Bagaimana tanggung jawab Hukum seorang Diplomat dalam pelaksanaan tugas Diplomasinya?

Yang berlaku sekarang adalah UU tentang Kepegawaian terutama disiplin. Jika terjadi pelanggaran akan dikenakan sanksi, bahkan terberat adalah pemecatan sebagai pegawai negeri. Jika kesalahan tidak berat, biasanya diplomat dihukum dengan penurunan pangkat diplomatik, atau tidak mendapat promosi kenaikan untuk sekian tahun, tidak ditempatkan untuk sementara, dalam beberapa tahun di luar negeri, dsb. Seorang diplomat, sama seperti pegawai negeri lain, tetap akuntabel terhadap semua perbuatan dalam pelaksanaan tugasnya.

Jakarta, 1 Oktober 2010

No comments:

Post a Comment