Monday, March 7, 2011

Diplomasi Kulinari di Pemukiman Muslim Pertama di Polandia (2)

DIPLOMASI di era reformasi bukan hanya domain Pemerintah belaka. Semua pihak, politisi, parlemen, pengusaha, LSM dan bahkan kaum wanita Indonesia di luar negeri diundang berperan.

Maka saya mengajak ibu-di lingkungan KBRI Warsawa untuk berperan ‘menjual’ Indonesia pada saat kami mengadakan acara Indonesian Days yang bertajuk “Indonesia : The Emerald of The East” di Kota Białystok, sebuah kota yang terletak kurang lebih 180 km sebelah Timur kota Warsawa, pada 12-14 Maret 2010. ‘Barang dagangan” tidak lain adalah acara cooking-demo dan food-tasting.

Ini menjadi bagian dari acara utama, yakni 2 presentasi saya tentang potensi ekonomi Indonesia dan tentang keragaman budayanya. Kami juga menyelenggarakan pameran foto nusantara, pagelaran musik gamelan dan tarian tradisional.

Tak lengkap jika kulinari tidak ditampilkan. Katanya, seni kulinari juga menunjukkan budaya bangsa. Dan, mintalah ahlinya berkompeten yang tidak lain adalah para ibu-ibu. Mereka lebih dari sekadar pendamping suami yang bertugas di luar negeri. Mereka juga duta-duta bangsa. Klop!

Berbekal pengalaman kami pada berbagai acara cooking demo di kota-kota lain, persiapan kami dalam acara kali ini berjalan sangat efektif dipimpin langsung oleh Ketua DWP KBRI Warsawa Ibu Ade Pohan.

Berbagai bahan makanan mentah maupun makanan khas Indonesia siap saji telah dipersiapkan oleh ibu-ibu KBRI.

Para ibu-ibu KBRI tidak saja berpromosi budaya kulinari. Dalam keterbatasan peragawati, mereka juga ditampilkan pada acara budaya, dalam pakaian nasional berwarna-warni.


Demo Kulinari

Bukan rahasia lagi bila Nasi Goreng dan Sate Ayam selalu menjadi primadona, karena bahannya mudah didapat di Polandia, menu yang popular di Indonesia dan dianggap cukup mewakili cita rasa masakan Indonesia di Eropa.

Pada acara demo yang dihadiri sekitar 40 tamu undangan dari komunitas Muslim Etnis Tartar yang bermukim di Białystok dan sekitarnya, tidak dilepaskan begitu saja oleh media. Atraksi masak ini diliput oleh media cetak, TV dan radio setempat.

Di penghujung acara demo, para tamu undangan diajak untuk mencicipi hidangan santap siang makanan khas Indonesia Nasi Goreng, Sate Ayam dilengkapi dengan Krupuk Udang dan Acar Timun.

Tampak masyarakat Byalistok sangat antusias mengikuti demonstrasi memasak, serta menikmati hasilnya. Menurut pengunjung, ternyata masakan Indonesia gampang menyiapkannya dan mudah memperoleh bahan-bahannya yang juga tidak mahal.

Tidak tanggung-tanggung. Para ibu-ibu KBRI Warsawa juga telah menerbitkan buku resep kulinari Indonesia yang sederhana, tetapi memuat puluhan menu. Tidak hanya resep yang dibuat dalam bahasa Polandia, buku ini juga bercerita tentang bahan-bahan makanan yang ada di Polandia, sekiranya bahan asli seperti di Indonesia sulit diperoleh. Yang penting, rasanya sama!


Pentas Budaya

Pentas Budaya Indonesia digelar pada malam harinya bertempat di Gedung Pusat Budaya Bialystok, yang dikenal warga kota sebagai Wojewodzki Osrodek Animacji Kultury (Spodski) w Białystok.

Ibu-ibu yang kesehariannya tergabung dalam Dharma Wanita Persatuan KBRI Warsawa tampil mengenakan “busana nusantara” yang memadukan kain Bali dengan kombinasi “blouse” sebagai pengganti kebaya. Tak ayal kehadiran ibu-ibu dengan berbalut kain Bali dalam paduan blouse semi modern menjadi pusat perhatian pengunjung. Beberapa pertanyaan-pun meluncur seputar kain yang dipakai. Mereka juga mampu menjelaskan dengan baik.

“Bagaimana Ibu mengikat kain ini?” begitu pertanyaan seorang pengunjung dalam bahasa Polandia sambil mengagumi indahnya kain Bali.

Mengawali acara pentas budaya tersebut saya mendapat kehormatan menyampaikan presentasi tentang keragaman budaya Indonesia dan dilanjutkan dengan pertunjukan musik gamelan oleh Warsaw Gamelan Group. Gending gamelan mulai dari gending klasik hingga gending kontemporer karya dalang Ki Narto Sabdo banyak dimainkan. Salah satunya Gending Kereta Api atau “Pociag” [baca: pocyong]dalam bahasa Polandia terutama banyak mendapat “applaus” pengunjung. Ritme yang khas dengan perpaduan suara seruling terasa pas menggambarkan suara peluit kereta api.

Tarian Jawa klasik “Gambyong Pare Anom” serta Tari Kreasi Baru “Jaipong” karya Bagong Kusudiharjo dengan iringan music live gamelan dan tari Panji Semirang dari Bali dipersembahkan membuktikan seni budaya unik Indonesia yang dikenal sebagai negeri berpenduduk terbanyak Muslim di dunia. Kami ingin mengatakan, Indonesia adalah masyarakat yang toleran dan relijius.

Ibu-ibu KBRI juga berperan dalam menyiapkan kue-kue khas Indonesia, Risoles dan Putu Ayu yang dinikmati pengunjung pada acara rehat.

Di penghujung acara mereka menyempatkan berfoto bersama, mengabadikan penampilan cantik para peragawati dadakan dengan kain Bali, yang tidak lain adalah para ibu-ibu KBRI. Sesaat kemudian beberapa tamu bahkan tertarik untuk turut berfoto bersama.

Jakarta, 8 Maret 2011

No comments:

Post a Comment