Sunday, January 16, 2011

INDONESIA: CULTURAL DIVERSITY OF THE MUSLIM WORLD



BELUM LAMA orang berbicara tentang “Clash of Civilizations”, bahwa pertentangan ideologis Komunis – Kapitalis telah sirna bersamaan dengan berakhirnya Perang Dingin. Tesis Samuel P Hungtington (1996) bahwa budaya dan identitas agama akan menjadi sumber konflik di dunia, menggantikan pertentangan ideologi politik tadi. Huntington sebenarnya ingin melanjutkan pemikiran yang belum selesai dari Francis Fukuyama “The End of History and the Last Man” (1992).

Teori-teori spekulatif ini sebenarnya hanyalah permainan kata-kata di kalangan akademis. Tetapi tesis perbenturan budaya menjadi dahsyat ketika kelompok Neo-Cons yang lagi naik daun AS menerjemahkan 9/11 sebagai legitimasi untuk menempatkan Islam sebagai tantangan terhadap kebudayaan Barat. Seni ‘menjualnya’ juga hebat, akibatnya dahsyat. Puluhan ribu jiwa melayang, beberapa triliun dolar menguap. Hasilnya: dunia berada di titik nadir, dan krisis pun hadir.

Tetapi, pemikir musiman seperti mode pakaian: they fade away. Politisi abad ke-21 Obama muncul dan menjungkirbalikkan paradigma ‘ngawur’ itu.

Di Kairo, Obama bertekad menjadikan Dunia Islam sebagai mitra sejajar untuk membangun dunia yang lebih beradab, santun dan penuh etika, serta damai. Hanya ini resep untuk membangun dunia yang sejahtera, di tengah-tengah kegalauan ekonomi global, kata anak Menteng yang kini menjadi orang terkuat di dunia, sembari mengutip pengalaman masa kecilnya ketika tinggal di negeri Muslim yang paling toleran di dunia. Di negeri kita, Obama mendengar azan setiap dinihari dan petang, sebagai “the most beautiful sound on earth”, katanya lagi.

Tak luput, Obama juga memuji Indonesia yang menjadi contoh: Islam dan demokrasi bukan antagonis, melainkan akur.

Islam: Rahmatan lil Alamin

MALAM itu, 16 Juni 2009, menjadi kenangan indah bagi kami masyarakat Muslim di ibukota Polandia, Warsawa. Semua perwakilan negara-negara Muslim/OKI sepakat menjadikan “Cross Cultural Evening” itu a show case tentang keberagaman Dunia Islam, beserta budayanya. Melalui medium budaya – seni tari, musik, lukisan, kerajinan, kuisin—kami ingin memperkenalkan wajah Islam yang damai dan toleran, penuh persahabatan di negeri mayoritas Katolik Polandia yang toleran ini.

Mungkin, ini juga respons kami terhadap seruan sang superstar Barack Hussein Obama di Kairo.

Suasana indah pada malam itu sebenarnya melanjutkan pesan sama yang saya sampaikan ketika diundang berbicara pada "The 5th Edition of the Days of Muslim Culture", yang digelar Muslim Cultural and Education Council di Kota Wroclaw, di baratdaya Polandia akhir Mei yang lalu. Makalah saya bertajuk "Islam in Indonesia: Unity in Diversity", menunjukkan Islam di Indonesia mempunyai karakter khusus yang damai, terbuka, dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap perbedaan keyakinan.

Selama 1 jam 15 menit saya berbicara di seminar Wroclaw dengan kesimpulan bahwa Indonesia menjadi contoh terbaik di Dunia Muslim dalam penerapan demokrasi karena menjadi negara demokratis dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.

Ini wajah Islam yang berada di mainstream, cinta dan toleran terhadap sesama, karena Allah menciptakan dunia bagi kita sebagai “rahmatan lil alamin”. Perbedaan adalah rahmat. Karena itu, Islam bukanlah wajah-wajah sangar yang haus darah, siap menebas leher siapa-siapa yang menghempang di depannya.

Islam menolak konflik berdarah-darah, huru-hara, dan pembakaran kota yang hanya bertujuan menyengsarakan kehidupan rakyat. Islam memajukan dialog bermutu yang santun, seperti Obama tadi, untuk mencerminkan jadi-diri bahwa kita memiliki peradaban tinggi dan menyelesaikan perbedaan yang berujung kepada kesepakatan tentang bagiaman solusi terbaik demi kemashlahatan umat, melalui amar makruf!

Di Wroclaw kami menampilkan seni musik gamelan dan wayang yang teduh. Saya katakana, seni ini merupakan medium yang dipakai para Wali dalam menyampaikan pesan-pesan damai Islam ke bumi Nusantara pada abad ke-8 yang lalu. Sangat efektif, karena dimengerti dengan baik, merasuk ke sanubari.

Dan, kurang seabad Islam pun menjadi agama dominan di Nusantara, sehingga Indonesia sekarang diakui menjadi Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.

Cross-Cultural Evening

SEPANJANG pagi dan sore Warsawa diguyur hujan, dan udara pun dingin menusuk tulang. Kemarin, ketika saya menghadiri garden party, ulang tahun teman saya Dubes Irlandia udara bukan main panas. Memang, kondisi udara yang gampang berubah menjadi ciri musim pada tahun ini.

Tetapi, kehangatan kami mampu menghalau udara dingin dan tidak menyurutkan minat pengunjung untuk menghadiri acara yang untuk pertama kalinya digelar di Warsawa. Dalam acara tersebut, ditampilkan seni tari dan musik, pameran kerajinan tangan, dan makanan dari berbagai negara-negara. Unik, karena pada malam itu kami bukan hanya bermodalkan pentas-seni, karena di sana juga tersedia berbagai jenis hidangan dan minuman khas dari Asia, Timur Tengah dan Afrika.

Acara yang digelar oleh seluruh Perwakilan Diplomatik negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Warsawa pada hari Selasa (16/6) bertajuk “Cross Cultural Evening”, dihadiri kl. 500 undangan yang terdiri dari pejabat pemerintah Polandia serta corps diplomatic dan tokoh-tokoh masyarakat.

Tuan rumah, Duta Besar Saudi Arabia Dr. Nasser Bin Ahmed Albraik, yang juga menjadi ketua perkumpulan Dubes-Dubes OKI, mengatakan kami ingin menunjukkan ke dunia internasional, khususnya masyarakat Polandia, mengenai keberagaman budaya di antara negara-negara Islam. Kami mengharapkan, pengenalan terhadap budaya Muslim akan membantu peningkatan pemahaman serta saling pengertian di dalam membangun kehidupan dan pergaulan internasional yang kondusif. Clash of Civilizations adalah a thing of the past!

Message yang ingin kami sampaikan adalah Islam bukan homogen, karena memiliki keberagaman budaya yang tinggi. Heterogenitas ini hanya dapat terpelihara bilamana masyarakat memiliki tingkat toleransi yang tinggi pula.


Indonesia Tampil Unik

PENAMPILAN budaya Indonesia baik tari-tarian, seni kuisin, maupun kerajinan mencerminkan keberagaman budaya Indonesia yang terdiri dari ratusan etnis dan bahasa yang menjembatani keyakinan yang berbeda-beda. Unik. Keberagaman budaya ini telah diakui dunia internasional yang pada saat bersamaan menempatkan Indonesia sebagai negara Muslim terbesar.

Kami dalam acara tersebut menampilkan 2 tarian yang dibawakan oleh mantan penerima beasiswa Darmasiswa, yakni tarian Yapong (Betawi) oleh Iwona Czapla dan Roza Puzynowska dan tari Gabor (Bali) oleh Maria Szymanska. Penari tradisional Indonesia yang ayu-ayu itu mendapat kehormatan tampil untuk pertama kali dan mendapat sambutan meriah dari pengunjung. Selanjutnya, acara di panggung diisi oleh para musisi Khawali dari Pakistan, yang sedang berada di Polandia dalam rangka kegiatan promosi budaya dan festival. Acara musik dan nyanyian seni Pakistan yang bernafaskan sufi tersebut juga mendapat sambutan hangat dari pengunjung. Peserta dari Negara Muslim lainnya, dan juga kelompok seni kaum Muslim Tartar yang berada di Byalistok, karena waktu persiapan yang sempit tidak dapat tampil.

Dalam gelar kuisin, Indonesia menampilkan “Nasi Kuning” komplit (Melayu) yang dihias berbentuk “Tumpeng”.

KBRI Warsawa juga memanfaatkan acara tersebut untuk promosi wisata, dengan memamerkan barang-barang kerajinan dan souvenir serta poster wisata alam dan membagikan brosur-brosur pariwisata. Selain KBRI Warsawa, turut berpartisipasi dalam mengisi acara kuisin dan kerajinan adalah Malaysia, Pakistan, Turki, Syria, Aljazair, Kuwait, Lebanon, Azerbaidjan, Arab Saudi, dan Iran.

Saya juga diminta berpidato. Saya memperkenalkan negeri kita Indonesia dengan khazanah budaya yang sangat beragam: terbukti dengan tarian, musik, makanan, dan seni lainnya yang terdapat di ribuan pulau-pulau. Meskipun 90% dari penduduk 247 juta beragama Islam sehingga dan menjadi negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, namun Indonesia adalah negara yang memiliki budaya Muslim yang khas. Budaya nusantara mungkin berbeda dengan budaya masyarakat Muslim di Timur Tengah, akan tetapi inilah budaya nasional. Budaya yang tumbuh di masyarakat Melayu di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi Papua menjadi bagian kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Muslim, sesuai dengan semboyan “Unity in Diversity”, seperti diyakini Obama.

Keberhasilan dalam menyampaikan pesan damai pada “Cross Cultural Evening” mendorong kami untuk mengadakan acara serupa pada waktu-waktu mendatang.

Warsawa, 21 Juni 2009

No comments:

Post a Comment